Program ini bertujuan membuka akses pendidikan bagi masyarakat miskin, khususnya mereka yang tercatat dalam Desil 1 dan Desil 2 pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)
Simalungun|Simantab – Harapan baru bagi masyarakat kurang mampu di Kabupaten Simalungun segera terwujud. Pemerintah Kabupaten Simalungun melalui Dinas Sosial telah menetapkan lahan seluas 8 hektare di Karanganom, Kecamatan Panei, sebagai lokasi pembangunan Sekolah Rakyat, program pendidikan gratis yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto.
Program ini bertujuan membuka akses pendidikan bagi masyarakat miskin, khususnya mereka yang tercatat dalam Desil 1 dan Desil 2 pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Di Simalungun, jumlahnya diperkirakan mencapai 50 ribu orang.
Lahan Lebih dari Cukup, Proyek Siap Dimulai
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Simalungun, Osnidar Marpaung, menyatakan seluruh persyaratan administratif dan teknis telah dipenuhi. Lokasi yang dipilih juga mendapat persetujuan langsung dari Kementerian Sosial RI karena strategis, dekat dengan pusat kota dan pasar besar, serta merupakan lahan kosong milik pemerintah daerah.
“Semua proposal dan persyaratan sudah kami penuhi, termasuk penyediaan lahannya. Bahkan luasnya melebihi permintaan Kemensos yang hanya 6 hektare,” ujar Osnidar, Kamis (03/06/2025).
Ia memastikan pembangunan akan sepenuhnya menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga tidak membebani anggaran daerah.
“Belum ada kendala karena seluruh pembiayaan ditanggung APBN,” tegasnya.
Target Tahun Ajaran 2026/2027, Satu Sekolah untuk Semua Jenjang
Sekolah Rakyat ini direncanakan mencakup jenjang SD, SMP, dan SMA, masing-masing dengan tiga rombongan belajar (rombel). Proses rekrutmen, survei lapangan, dan verifikasi data akan dilakukan oleh Dinas Sosial dalam waktu dekat.
“Yang diterima nanti benar-benar dari masyarakat miskin. Namanya sudah ada di pusat data (Pusdatin),” ungkap Osnidar.
Yang menarik, seluruh kebutuhan siswa — mulai dari pakaian, makan, hingga asrama — akan ditanggung negara.
“Orang tua hanya perlu menyiapkan anaknya untuk belajar. Selebihnya, negara yang tanggung,” tambahnya.
Sebelum ditetapkan di Karanganom, Pemkab Simalungun sempat mengusulkan tiga lokasi alternatif, yakni eks RS Tuan Rondahaim di Batu 20 dan gedung Balai Latihan Kerja (BLK) Sumatera Utara.
Pengamat: Harapan Besar, Tapi Jangan Jadi Sekolah Buangan
Pengamat pendidikan dari Sumatera Utara, Fauzan Ismail, menyambut baik hadirnya Sekolah Rakyat sebagai solusi memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan. Namun, ia mengingatkan agar program ini tidak menjadi “sekolah alternatif” yang kualitasnya jauh di bawah sekolah reguler.
“Kalau dikelola serius, ini bisa jadi terobosan besar. Tapi pemerintah harus menjamin kualitas kurikulum, guru, dan fasilitasnya. Jangan sampai anak-anak miskin malah masuk sekolah yang kualitasnya rendah,” ujarnya.
Fauzan juga menyoroti pentingnya kejelasan jalur kelanjutan pendidikan bagi lulusannya. Apakah akan diakomodasi melalui jalur khusus atau bersaing ketat dengan lulusan sekolah lain?
Tak kalah penting, ia menekankan bahwa pemerintah perlu menghindari duplikasi program bantuan pendidikan, serta memastikan anggaran dikelola efisien dan berkelanjutan, bukan sekadar proyek sesaat.
“Kalau tak terintegrasi dengan sekolah negeri dan tak dievaluasi secara berkala, bisa jadi Sekolah Rakyat ini hanya tambal sulam. Niatnya baik, tapi hasilnya bisa nihil,” pungkasnya.
Sekolah Rakyat di Simalungun adalah langkah berani untuk menciptakan pendidikan yang lebih inklusif. Namun, tantangan sesungguhnya bukan hanya membangun gedung, melainkan memastikan mutu, keberlanjutan, dan dampak nyata bagi generasi kurang beruntung.(putra purba)