Data yang dihimpun redaksi SIMANTAB menunjukkan adanya alokasi anggaran yang mencengangkan. Ada lebih dari Rp1,2 miliar dari total anggaran Rp1,644 miliar habis terserap untuk dua pos utama: pengembangan perpustakaan dan honorarium.
Pematangsiantar|Simantab – Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Pematangsiantar diterpa isu tak sedap terkait pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler tahun 2024.
Data yang dihimpun redaksi SIMANTAB menunjukkan adanya alokasi anggaran yang mencengangkan. Ada lebih dari Rp1,2 miliar dari total anggaran Rp1,644 miliar habis terserap untuk dua pos utama: pengembangan perpustakaan dan honorarium.
Sorotan tajam kini mengarah pada dugaan praktik pengelolaan anggaran yang tidak transparan dan tidak akuntabel, memicu desakan publik agar aparat penegak hukum segera turun tangan.
Anggaran pengembangan perpustakaan menjadi pos pengeluaran yang paling menyedot perhatian. Pada tahun 2024, dana sebesar Rp866.408.100 dialokasikan untuk pos ini.
Angka ini semakin mengundang pertanyaan publik mengingat pada tahun sebelumnya, 2023, anggaran serupa juga digelontorkan dengan nominal yang lebih besar, mencapai Rp906.115.100.
Jika ditotal, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, SMAN 2 Pematangsiantar telah menghabiskan lebih dari Rp1,7 miliar hanya untuk urusan pengembangan perpustakaan.
Jumlah ini dinilai jauh dari kewajaran, mengingat skala kebutuhan perpustakaan sekolah menengah yang seharusnya bersifat efisien dan terukur.
Selain pengembangan perpustakaan, pos pengeluaran untuk pembayaran honorarium juga menjadi sorotan tajam.
Dari Dana BOS reguler 2024, honorarium yang dikeluarkan pihak sekolah mencapai Rp336.900.000. Dengan demikian, dua pos ini saja telah menghabiskan Rp1.203.308.100, atau hampir 74 persen dari total anggaran BOS yang diterima SMAN 2 Pematangsiantar.
Proporsi pengeluaran yang terpusat pada dua pos ini memunculkan dugaan kuat akan adanya praktik pengelolaan anggaran yang tidak transparan dan akuntabel.
Kecurigaan publik semakin menguat dengan adanya informasi mengenai indikasi nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa terkait pengembangan perpustakaan.
Redaksi SIMANTAB menerima laporan yang mengindikasikan adanya penggelembungan biaya serta manipulasi dokumen pertanggungjawaban.
Laporan-laporan ini diperkuat oleh pengakuan seorang guru SMAN 2 Pematangsiantar, Amran – bukan nama sebenarnya – yang secara langsung mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses pengadaan.
“Selain itu, ada dugaan kuat bahwa dokumen pertanggungjawaban telah dimanipulasi untuk menutupi jejak-jejak ketidakberesan ini,” ujarnya saat dikonfirmasi. Jumat ( 30/5/2025).
Sementara itu, mengenai dugaan penyelewengan dana BOS mencuat dalam dua tahun terakhir. Pihak sekolah dinilai tidak transparansi soal alokasi anggaran.
Ia mengungkapkan, antara tahun 2023 – 2024 tidak ada lagi pembahasan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Padahal harusnya, RKAS itu harus dilakukan pihak sekolah, khususnya ketika dana BOS itu dicairkan.
“Nah selama dua tahun ini itu tidak pernah ada rapat RKAS, dan di situlah dugaan terjadinya penyelewengan, karena ketiadaan transparansi,” ungkapnya.
Sayangnya, upaya konfirmasi kepada Kepala SMAN 2 Pematangsiantar, Edward Simarmata, tak membuahkan hasil. Hingga berita ini diterbitkan, belum mendapat balasan.
Menanggapi “badai” dugaan korupsi yang membayangi institusinya, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Humas SMA Negeri 2 Pematangsiantar, Amos Panggabean memberikan sedikit titik terang.
Ia mengakui pihak sekolah telah diperiksa oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan Inspektorat terkait dana BOS itu.
“Setelah proses dari APH selesai, kami akan sampaikan hasilnya. Saat ini, kami juga menunggu hasil dari BPK RI terkait laporan masyarakat. Keputusan mengenai tindak lanjut, apakah berupa pengembalian dana atau lainnya, akan diambil berdasarkan hasil pemeriksaan. Ini karena kasusnya masih dalam tahap pemeriksaan.” jelas Amos.
Di sisi lain, Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Cabang Dinas Wilayah VI Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Robinson Sitanggang, memilih untuk tidak memberikan komentar terkait persoalan ini.
Dana BOS SMAN 2 Terindikasi Bermasalah, Desak Penyelidikan Serius
Sikap bungkam dari kepala sekolah serta Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Cabang Dinas Wilayah VI Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara ini secara otomatis menimbulkan pertanyaan besar di benak masyarakat: apakah benar terdapat “permainan” dalam pengelolaan dana BOS yang seharusnya menjadi hak siswa untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar?
Menanggapi hal ini, Pengamat Pendidikan, Arie S. Widodo Poespodihardjo, turut memberikan pandangannya terkait kasus ini.
Menurutnya, besarnya alokasi dana untuk pengembangan perpustakaan dan honorarium dalam dua tahun berturut-turut di SMAN 2 Pematangsiantar memang perlu disikapi dengan serius.
“Angka Rp1,7 miliar dalam dua tahun hanya untuk pengembangan perpustakaan di tingkat SMA, itu memang di luar kelaziman. Perlu ada audit forensik untuk melihat secara detail item-item pengeluaran tersebut,” ujar Ari S. Widodo Poespodihardjo.
Melihat kejanggalan dan minimnya klarifikasi dari pihak sekolah, ia mendesak agar aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, segera turun tangan melakukan penyelidikan dan pemeriksaan menyeluruh terhadap penggunaan Dana BOS tahun 2023 dan 2024.
“Langkah hukum dinilai penting untuk memastikan tidak terjadi tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana pendidikan yang menyangkut kepentingan generasi muda. Apalagi jika terbukti ada rekayasa laporan pertanggungjawaban dan keterlibatan pihak tertentu dalam pengadaan barang dan jasa sekolah,” tegas Arie.
Ia menekankan, Dana BOS adalah instrumen krusial dalam mendukung keberlangsungan pendidikan, sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan harus jelas penggunaannya, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Setiap pengeluaran Dana BOS harus bisa dipertanggungjawabkan hingga ke satuan terkecil. Publik berhak tahu bagaimana dana tersebut digunakan, karena ini adalah uang rakyat untuk pendidikan anak bangsa,” tegasnya.
Ari juga menyoroti sikap bungkam dari kepala sekolah. Dimana, sikap tidak transparan atau menghindar dari konfirmasi justru akan menimbulkan kecurigaan lebih lanjut.
“Seharusnya, pihak sekolah dapat memberikan klarifikasi yang jelas dan terbuka demi menjaga kepercayaan publik dan integritas institusi pendidikan,” paparnya.
Mengenai dugaan nepotisme dan penggelembungan biaya, Arie S. Widodo Poespodihardjo menekankan pentingnya peran pengawasan internal dan eksternal.
“Inspektorat dan BPK RI harus bekerja secara independen dan profesional dalam mengungkap kebenaran. Jika terbukti ada pelanggaran, sanksi tegas harus diberlakukan, tidak hanya pengembalian dana, tetapi juga sanksi pidana jika ada unsur korupsi,” tuturnya.
Ia menambahkan, kasus dugaan penyelewengan Dana BOS di SMAN 2 Pematangsiantar ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memastikan setiap rupiah dana pendidikan benar-benar dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan bukan menjadi bancakan oknum-oknum tak bertanggung jawab.
“Publik menanti transparansi dan keadilan dalam penyelesaian kasus ini. Ketika dana tersebut dikelola dengan cara-cara yang menimbulkan kecurigaan, bukan hanya integritas sekolah yang dipertaruhkan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan,” ujar Arie.(putra purba)