“Biarlah masyarakat yang menilai. Konsumen bebas memilih moda transportasi sesuai kebutuhan.”
Pematangsiantar|Simantab – Suasana transportasi di Kota Pematangsiantar kini memiliki warna baru. Bajaj roda tiga modern yang biasa disebut Bajaj RE mulai beroperasi di jalan-jalan kota sejak Senin, 15 September 2025. Dengan cat mencolok dan suara khas mesinnya, puluhan unit kendaraan ini resmi mengaspal melalui aplikasi Maxride.
Kehadiran Bajaj Online awalnya dipromosikan sebagai solusi mobilitas dan penunjang pariwisata. Namun, tak sedikit warga yang justru melihatnya sebagai awal dari persoalan baru: legalitas izin yang belum jelas serta potensi gesekan dengan para sopir angkot, becak, dan ojek konvensional.
Di balik keramaian itu, Ramot Lumbangaol, pengusaha yang menghadirkan armada Bajaj RE melalui CV Sahat Nauli Parts Jaya, tampil percaya diri. Menurutnya, semua prosedur telah ditempuh sesuai aturan. Ia berharap masyarakat tidak terburu-buru menilai buruk.

“Pematangsiantar memang sudah padat. Tapi tidak bijak jika langsung menyalahkan Bajaj sebagai penyebab kemacetan. Sistem kami berbasis daring, jadi armada hanya jalan saat ada pesanan,” ujarnya saat ditemui di kantor operasional mereka di Jalan Medan, Rabu (17/9/2025).
Ramot menegaskan, kehadiran Bajaj Online justru bisa membuka lapangan kerja baru. “Biarlah masyarakat yang menilai. Konsumen bebas memilih moda transportasi sesuai kebutuhan,” tambahnya.
Legalitas yang Masih Kabur
Meski pihak pengusaha optimistis, Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar punya pandangan berbeda. Kepala Bidang Hubungan Darat, Agresa Affandi, menegaskan tidak pernah mengeluarkan izin operasional bagi CV Sahat Nauli Parts Jaya.
Menurut Agresa, rekomendasi yang terbit pada 9 Juli 2025 justru ditujukan kepada perusahaan lain, bukan untuk Bajaj RE. “Izin yang pernah dikeluarkan bukan untuk mereka dan bukan untuk bajaj,” tegasnya.
Dishub, katanya, hanya sebatas memberi rekomendasi awal sebagai syarat pengurusan izin di kementerian. Pihaknya kini berkoordinasi dengan Satlantas dan dinas perizinan untuk memastikan status hukum operasional Bajaj Online.
Untuk mengurangi dampak sosial, Dishub juga menyarankan agar jumlah armada dibatasi secara bertahap dan melarang pengemudi mangkal di pusat keramaian.
Kekhawatiran dari DPRD
Dari gedung dewan, suara keberatan juga terdengar. Anggota Komisi III DPRD Kota Pematangsiantar, Tongam Pangaribuan, menilai kehadiran Bajaj Online bisa memicu konflik horizontal.
“Transportasi dalam kota sudah banyak. Kalau Bajaj masuk tanpa pengaturan jelas, angkot, becak, dan ojek bisa terancam,” ujarnya. Ia mendesak agar operasional Bajaj dihentikan sementara hingga semua aspek izin dan dampaknya dibahas tuntas.
Polisi Bersikap Tegas
Kepolisian pun ikut menaruh perhatian. Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Pematangsiantar, Friska Susana, menegaskan pihaknya akan tetap fokus pada penegakan aturan di jalan raya.
“Setiap kendaraan harus memenuhi standar kelayakan, punya STNK dan KIR, serta pengemudinya wajib memiliki SIM yang sesuai,” tegas Friska.
Ia mengimbau semua pihak menahan diri. “Jangan sampai ada tindakan yang mengganggu ketertiban. Bagi kami, keselamatan dan kelancaran lalu lintas adalah yang utama.”
Antara Harapan dan Rintangan
Bajaj Online datang dengan janji kemudahan dan peluang kerja. Namun, di sisi lain, kehadirannya juga memunculkan pertanyaan serius tentang izin, aturan, dan dampak sosial.
Kini, masyarakat Pematangsiantar menanti apakah moda transportasi ini benar-benar bisa menjadi solusi mobilitas, atau justru menambah daftar panjang persoalan transportasi kota.(Putra Purba)