Jakarta – Sinar matahari menembus celah-celah dedaunan rimbun di Hutan Penyembuhan Seogwipo Pulau Jeju, Korea Selatan.
Puluhan orang duduk bergeming di atas tikar ungu yang tersebar di sekitar hutan. Gerimis rintik-rintik tak mampu membuyarkan lamunan.
Rupanya, mereka tengah mengikuti Kontes Melamun yang diadakan setahun sekali. Peserta diminta untuk tidak ngapa-ngapain selama jalannya lomba.
Orang yang paling santai akan keluar sebagai pemenang. Acara tahun ini diadakan akhir Mei lalu, dihadiri hampir 30 peserta.
Kontestan harus berada dalam kondisi setenang mungkin selama 90 menit, sementara panitia mengecek denyut nadi mereka satu per satu.
Dari 10 peserta pilihan penonton, pemenangnya akan ditentukan berdasarkan denyut nadi yang paling stabil. Mereka akan didiskualifikasi jika melamun sampai ketiduran.
Kompetisi unik ini diselenggarakan oleh seniman visual Woopsyang. Baginya, melamun adalah bentuk penghargaan diri yang sama bernilainya seperti kemewahan materi.
“Kita cenderung makan-makan dan belanja setelah lelah kita terbayar. Kenapa kita tidak meluangkan waktu juga?” kata Woops dilansir dari Vice.com, Senin (8/6/2021).
Biasanya diadakan di kota-kota besar seperti Seoul, Incheon dan Daegu, Kontes Melamun adalah sebuah pertunjukan yang bertujuan menciptakan penjajaran visual antara kehidupan kota yang sibuk dan peserta yang pasif.
Sejak kompetisi perdana di Seoul pada 2014, acara meditasi serupa juga telah dihelat di kota-kota negara lain seperti Beijing, Rotterdam dan Taipei.
“Melamun sering dicap buang-buang waktu. Kesalahpahaman ini perlu diubah, dan acara kami berusaha mewujudkan perubahannya,” bunyi keterangan pada situs resmi acara.
Lee Radde tidak menyangka akan memenangkan kompetisi dua tahun lalu. Penyiar radio di Seoul mengaku ditantang teman untuk berpartisipasi.
“Orang sering bilang (saya) suka melamun di tengah obrolan,” ujar lelaki 31 tahun itu. “(Kontes melamun) tampaknya seru dan bagus buat bahan acara, tapi saya tak pernah mengira akan meraih juara pertama.”
Tak banyak persiapan yang dilakukannya saat itu, selain latihan duduk lama di tanah. “Saya tidak mau kesulitan melamun karena merasa sakit atau tidak nyaman,” dia melanjutkan.
Radde menerima sertifikat dan piala, tapi menurutnya bisa berpartisipasi saja sudah sangat berharga untuknya.
“Sulit untuk dijelaskan, tapi ada yang menarik dari berkumpul bersama orang-orang yang bersedia tidak melakukan apa-apa,” ungkap Radde.
Tahun lalu, acaranya terpaksa diadakan secara virtual karena pandemi. Peserta diminta mengunggah video melamun ke TikTok dengan tagar berbahasa Korea, yang dalam bahasa Indonesia berarti “tantangan melamun”.
Kompetisi tersebut diadakan seperti biasa tahun ini. Hanya saja, jumlah pesertanya dibatasi guna mematuhi protokol kesehatan. Jika sebelumnya bisa dihadiri hingga 80 kontestan, acara kali ini cuma menerima 30 peserta.
BACA JUGA
- Puluhan Orang di Korsel Berlomba Adu Kuat Melamun dan Bengong Berjam-Jam
- Festival Tuak Danau Toba di Samosir Dibubarkan
Kontes Melamun 2021 juga digelar di alam bebas, bukan kawasan perkotaan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Walaupun acara kali ini tidak memiliki penjajaran visual seperti yang dibayangkan penyelenggara, Woopsyang menyadari orang sama-sama sibuk dengan tugas mereka masing-masing, bahkan ketika mereka berada jauh di dalam hutan.
Radde baru tahu ada Kontes Melamun tahun ini saat diwawancarai media. Dia pun membuat keputusan dadakan untuk berpartisipasi. Kebetulan dia sudah punya rencana melakukan perjalanan darat dari Seoul ke Jeju.
Radde tiba di Pulau Jeju pada hari kompetisi setelah 10 jam mengendarai motor dan naik feri (dia mengabadikan perjalanannya di Instagram). Para peserta menyambut kedatangannya dengan suka cita.
“Beberapa orang tidak datang, jadi masih ada tempat kosong buat saya. Mereka sudah dengar rumor pemenang 2019 akan datang naik motor dari Seoul. Sesampainya saya di sana, orang langsung menyapa dan meminta saran bagaimana melakukannya dengan baik,” tuturnya.
Siapa sangka, Radde berhasil menjadi juara kedua.
“Saya sangat terkejut saat tahu dia ikutan lagi,” ungkap Woopsyang. “Dia masih sehebat dulu, dan [menempati posisi] kedua di Jeju!”
“Perjalanannya melelahkan sehingga saya bisa mencapai kondisi [melamun] dengan cukup mudah,” kata Radde.
“Memenangkan kompetisi 2019 adalah pencapaian terbesar saya. Jadi pencapaian terbesar kedua saya adalah meraih posisi kedua pada 2021,” lanjutnya.
Kim Ah-reum, 34 tahun, menjuarai kompetisi tahun ini. Pemilik salon di Jeju itu tidak menyangka akan menang karena sulit mencapai ketenangan batin.
“Memenangkan kompetisi 2019 adalah pencapaian terbesar saya. Jadi pencapaian terbesar kedua saya adalah meraih posisi kedua pada 2021,” lanjutnya.
Kim Ah-reum, 34 tahun, menjuarai kompetisi tahun ini. Pemilik salon di Jeju itu tidak menyangka akan menang karena sulit mencapai ketenangan batin.
“Pikiran saya benar-benar berhenti selama kompetisi,” kata Kim. “Kayaknya saya bermimpi.”
Woopsyang tergerak menggelar kompetisi setelah menyadari banyak orang seperti dirinya yang tidak punya waktu untuk beristirahat meski sudah lelah.
“Kita merasa sudah menyia-nyiakan waktu karena tidak melakukan apa-apa, padahal yang lain sibuk,” katanya.
Berhubung banyak orang segan beristirahat, Woopsyang akhirnya menyelenggarakan acara yang mewajibkan peserta untuk mengosongkan pikiran dan melupakan kesibukan mereka.
“Kalian berhak membuang waktu sebentar,” simpulnya.()