Muncul sejumlah tantangan serius: rendahnya kesadaran wajib pajak, lemahnya pengawasan, hingga menjamurnya reklame ilegal.
Pematangsiantar | Simantab – Pemerintah Kota Pematangsiantar menargetkan pendapatan sebesar Rp4 miliar dari sektor pajak reklame pada tahun 2025. Target ambisius ini bukan tanpa dasar — hingga pertengahan tahun, realisasi penerimaan sudah menyentuh Rp2,04 miliar atau 51% dari total target.
Namun, di balik pencapaian itu, muncul sejumlah tantangan serius: rendahnya kesadaran wajib pajak, lemahnya pengawasan, hingga menjamurnya reklame ilegal.
Pajak Reklame: Potensi Besar, Tapi Banyak Celah
Kepala BPKPD Pematangsiantar, Arri S Sembiring menjelaskan, seluruh aktivitas pajak reklame telah diatur melalui Perda No 1 Tahun 2024. Jenis reklame yang dikenai pajak cukup beragam: mulai dari billboard, videotron, hingga stiker dan reklame berjalan.
Tarif pajaknya ditetapkan sebesar 25% dari Nilai Sewa Reklame, dengan tambahan khusus:
- Rokok: +30%
- Minuman beralkohol: +40%
- Reklame dalam ruangan: +50%
Namun, Arri mengakui, tantangan terbesar adalah masih rendahnya kesadaran para pelaku usaha untuk mematuhi kewajiban membayar pajak dan mengurus perizinan.
“Banyak wajib pajak belum memahami prosedur dan aturan yang berlaku,” kata Arri.
“Kami berharap Satpol PP bisa lebih tegas menindak reklame ilegal.”
Masalah Klise: Reklame Tak Berizin dan Koordinasi Lemah
Kepala DPMPTSP, Sofie M Saragih mengungkapkan, pemasangan reklame di Pematangsiantar telah diatur zonasinya. Reklame rokok, misalnya, dilarang tampil di jalan protokol, kecuali di videotron dan hanya pada jam-jam tertentu.
Namun, ia juga mengakui masih banyak reklame tak berizin dan bahkan beberapa sudah kadaluarsa izinnya.
Pengamat: “Pemko Harus Transparan dan Serius Menindak”
Pengamat kebijakan publik dari USU, Tunggul Sihombing menyebut, ambisi Pemko mengejar Rp4 miliar cukup realistis, asalkan disertai ketegasan dan keterbukaan data.
“Kalau reklame ilegal dibiarkan, itu sama saja membiarkan kebocoran pendapatan daerah. Publik berhak tahu berapa reklame ilegal yang ada dan apa langkah penindakannya,” tegas Tunggul.
Ia juga menilai koordinasi antar-instansi masih lemah.
“Kalau BPKPD berharap pada Satpol PP, itu artinya ada masalah di lapangan. Harusnya ada tim terpadu yang melakukan razia rutin dan penindakan.”
Tunggul menyoroti pentingnya digitalisasi sistem pajak dan perizinan agar lebih transparan dan mudah diakses oleh wajib pajak.
“Kalau prosedur ribet, jangan heran kalau orang malas urus izin.”
Jangan Hanya Kejar Angka, Perhatikan Etika dan Kesehatan
Tunggul juga memperingatkan soal potensi konflik kepentingan, terutama dalam penetapan tarif tinggi untuk produk rokok dan alkohol.
“Itu langkah baik, tapi pengawasannya harus ketat. Jangan sampai aturan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menghindari kewajiban.”
Ia menegaskan bahwa pemasangan reklame rokok di zona larangan bukan hanya soal pajak, tapi juga menyangkut kesehatan publik.
Kesimpulan: Kejar Target, Tapi Jangan Lengah
Target Rp4 miliar bisa dicapai, tapi Pemko Pematangsiantar dituntut untuk:
- Transparan soal data reklame ilegal
- Tegas menegakkan perda melalui Satpol PP
- Gencar sosialisasi dan edukasi pajak
- Permudah layanan perizinan dan pembayaran
- Awasi zona reklame rokok dan alkohol secara serius
“Pajak bukan sekadar angka, tapi soal tata kelola yang adil dan transparan,” tutup Tunggul.(putra purba)