Jakarta – Dara Nasution, yang dikenal sebagai politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan gadis kelahiran Pematangsiantar, Sumut, mengungkapkan prihatinnya melihat terorisme menjangkiti para anak muda sekarang.
Dara lewat akun Twitter @DaraNasution__ melontarkan cuitannya dilihat Simantab.com pada Sabtu (10/4/2021).
Dia menyinggung tentang Zakiah Aini, pelaku teror di Markas Besar Polri pada 31 Maret 2021 lalu.
“Zakiah Aini, pelaku aksi terorisme di Mabes Polri, lahir di tahun yg sama dg saya. Miris sekali melihat terorisme mulai menjangkiti anak-anak muda yg punya masa depan panjang,” tulis Dara yang kini sedang kuliah mengambil master di Universitas Oxford, Inggris.
Diketahui Zakiah yang merupakan seorang wanita masuk ke dalam Komplek Mabes Polri dan memulai penembakan terhadap aparat keamanan di sana.
BACA JUGA
Perebutan Kursi Wawalkot Siantar, Rospita Sitorus Berharap Tiket Demokrat
Viral di Media Sosial Pasangan Beda Postur Menikah di Samosir
Baku tembak pun terjadi. Kejadian ini berakhir setelah polisi menembak dan menewaskan Zakiah.
Polisi kemudian menyatakan aksi Zakiah merupakan tindakan terorisme lone wolf dan menyebut Zakiah merupakan simpatisan jaringan organisasi teror ISIS.
“Terorisme mesti kita lawan!” tukas dia cewek yang pernah maju sebagai caleg DPR RI pada Pileg 2019 lalu.
Dara juga menautkan foto sejumlah tokoh yang memberi komentar terkait anak muda dan terorisme yang dirangkum dari hasil diskusi online PSI bertajuk Anak Muda Terorisme.
Mantan terpidana terorisme Sofyan Tsauri mengungkap soal terorisme pada masyarakat urban.
“Penyebabnya antara lain salah memilih guru agama. Pelaku teror salah mencari guru agama, sehingga akhirnya yang didapat adalah intoleransi dan radikalisme,” kata Sofyan.
Visiting Fellow RSIS, NTU Singapore Noor Huda Ismail mengatakan, “anak muda teroris bergabung ISIS, karena heroism, biar kelihatan keren. Narasinya: ini adalah dunia para lelaki, kalau gak bergabung ISIS, gak lelaki. Perang sebagai sebuah teater untuk menunjukkan bahwa I’m man enough, I’m full enough”.
Pengamat Intelijen Ridlwan Habib menyebutkan tiga penyebab mengapa terorisme terus terjadi. Pertama, program deradikalisasi di penjara terlalu formal membuat narapidana terorisme tidak berminat ikut.
Kedua, kelompok jihadi mampu mengemas ide mereka dengan cara yang lebih menarik dalam bentuk buku dan konten di internet ketimbang kelompok moderat.
“Ketiga, koordinasi antar lembaga yang mengurus terorisme masih lemah dan perlu diperbaiki,” bebernya.
Sedangkan, A Kasandra Putranto yang merupakan seorang Psikolog Klinis Forensik menilai para tersangka teroris cenderung punya tingkat kecerdasan yang sedang hingga baik.
“66 persen emosinya tidak stabil, sensitif, mudah kecewa, marah, dan mudah dipengaruhi. 59 persen sulit bersosialisasi, 90 persen punya masalah gangguan psikosomatis, emosional, gangguan pikiran dan perilaku. 26 persen bermasalah keluarga dan orang tua, belajar dan perkembangan, dan masalah sosial. 4 persen punya masalah ekonomi,” terangnya.()