Dinkes Simalungun mencatat lonjakan kasus ISPA mencapai 6.738 pada September 2025. Cuaca ekstrem dan polusi udara disebut sebagai penyebab utama. Masyarakat diimbau kembali disiplin menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Simalungun|Simantab – Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kabupaten Simalungun mengalami lonjakan signifikan dalam tiga bulan terakhir. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan peningkatan dari 5.790 kasus pada Juli menjadi 5.912 kasus di Agustus, lalu melonjak hingga 6.738 kasus pada September 2025.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Simalungun, Rosman Saragih, menyebut tren ini bukan sekadar gejala musiman, melainkan tanda lemahnya sistem pencegahan penyakit menular berbasis komunitas.
“Cuaca tidak menentu dan kualitas udara yang menurun membuat imunitas masyarakat melemah. Ditambah stres dan kelelahan akibat aktivitas tinggi, penyebaran penyakit meningkat secara cepat,” ujar Rosman, Jumat (24/10/2025).

Kenaikan Sejak Pertengahan Tahun
Sepanjang Januari hingga Juni 2025, total kasus ISPA tercatat sebanyak 24.972. Namun sejak Juli, kurvanya menanjak tajam. Banyak warga mengeluhkan batuk, pilek, dan sakit tenggorokan yang tak kunjung sembuh.
Rosman menjelaskan, perubahan cuaca ekstrem dan polusi udara menjadi dua faktor utama yang memperburuk kondisi tersebut. Menurutnya, peningkatan kasus ISPA harus menjadi alarm bagi masyarakat untuk memperkuat kesadaran hidup sehat.
Langkah Antisipasi dan Imbauan
Dalam surat edaran resmi tertanggal 23 Oktober 2025, Dinkes Simalungun mengimbau masyarakat untuk kembali disiplin menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Beberapa langkah yang dianjurkan antara lain:
- Memakai masker di luar ruangan atau di area berdebu.
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
- Menjaga jarak dari orang yang sedang sakit.
- Menghindari menyentuh wajah dengan tangan kotor.
- Menutup mulut saat batuk atau bersin.
- Mengonsumsi makanan bergizi dan istirahat cukup.
Dinkes juga mengingatkan tenaga kesehatan agar selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai kebutuhan untuk mencegah penularan di fasilitas pelayanan.
Penguatan Deteksi Dini
Sebagai langkah strategis, Dinkes memperkuat Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) hingga ke tingkat puskesmas. Tujuannya agar pelaporan kasus dapat lebih cepat dan penanganan dilakukan sebelum penyakit menyebar luas.
“Seluruh puskesmas wajib melaporkan kasus harian. Deteksi dini dan respon cepat menjadi kunci menekan lonjakan,” kata Rosman.
Ia juga menegaskan pentingnya kerja sama lintas instansi, terutama dengan Dinas Lingkungan Hidup, untuk memantau kualitas udara. Polusi dari kendaraan dan pembakaran terbuka dinilai berperan besar terhadap peningkatan kasus ISPA.
Edukasi dan Kolaborasi
Rosman menekankan bahwa pengendalian ISPA tak bisa hanya mengandalkan sektor kesehatan. Diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk memperkuat kesadaran publik.
“Dinkes tidak bisa bekerja sendiri. Faktor lingkungan, kepadatan hunian, dan perilaku masyarakat sangat berpengaruh terhadap penyebaran ISPA,” ujarnya.
Edukasi publik dilakukan secara berkelanjutan melalui media massa, sekolah, dan komunitas. Masyarakat diimbau menjaga ventilasi rumah, memakai masker dengan benar, serta segera memeriksakan diri jika mengalami sesak napas atau demam tinggi.
Kekhawatiran Akan Krisis Baru
Rosman tidak menampik kekhawatiran masyarakat karena gejala ISPA mirip dengan Covid-19. Namun ia menegaskan, kepanikan tidak diperlukan selama masyarakat tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan.
“Kita belajar dari pandemi Covid-19. Disiplin masyarakat adalah benteng utama,” tegasnya.
Ia berharap imbauan ini menjadi peringatan dini sekaligus gerakan bersama menjaga kesehatan masyarakat Simalungun.
“Kalau lingkungan bersih dan perilaku hidup sehat diterapkan, ancaman ISPA bisa ditekan. Semua harus dimulai dari diri sendiri,” tutupnya.(Putra Purba)






