Polemik pembelian eks rumah singgah COVID-19 senilai Rp 14 miliar di Pematangsiantar memunculkan dugaan ketidakwajaran, termasuk isu fee. DPRD dan publik mendesak transparansi pemerintah.
Pematangsiantar|Simantab – Polemik pembelian eks rumah singgah COVID-19 di Jalan SM Raja, Kelurahan Bukit Sofa, kembali mengemuka. Aset senilai Rp 14 miliar yang direncanakan menjadi kantor baru Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) itu dinilai sarat kejanggalan, mulai dari dugaan ketidakjelasan urgensi hingga isu fee miliaran rupiah.
Isu ini mencuat setelah Ketua LSM Forum13 Indonesia, Syamp Siadari, mengkritik proses pembelian yang dinilainya tidak sejalan dengan kebijakan efisiensi anggaran Pemko Pematangsiantar tahun 2025.
Kritik LSM: Tidak Urgen dan Diduga Sarat Kepentingan
Syamp menilai pembelian bangunan bekas rumah singgah tersebut bukan kebutuhan mendesak, sebab kantor Dinas PKP yang digunakan saat ini masih layak.

“Pada masa efisiensi seperti sekarang, pembelian sebesar ini tidak prioritas. Tidak logis menghabiskan Rp 14 miliar hanya untuk memindahkan kantor,” ujarnya, Sabtu (6/12/2025).
Ia juga menyoroti tidak adanya persetujuan legislatif dan tidak terbentuknya tim perumus pengadaan aset sebagaimana lazimnya pembelian aset bernilai besar.
Syamp bahkan mengangkat dugaan fee sebesar Rp 4 miliar yang disebut-sebut mengalir kepada Wali Kota melalui Plt Kepala BPKPD, Alwi Lumbangaol, dan Fidelis Sembiring. Dari pembayaran tahap pertama Rp 7 miliar pada November 2025, disebut hanya Rp 3 miliar yang diterima pemilik lahan, Heni, sementara Rp 4 miliar lainnya diperkirakan menjadi fee.
“Informasi ini sedang kami dalami. Jika benar ada fee dari uang negara, siapapun yang menerima dapat dijerat UU Tipikor. Ini harus mendapat perhatian KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian,” kata Syamp.
Ia juga mempertanyakan kesesuaian harga dengan NJOP serta kejelasan status surat tanah dan bangunan.
Penjelasan Kadis PKP: Ada Tim Resmi, Proses Bukan Sepihak
Kepala Dinas PKP Kota Pematangsiantar, Robert Sitanggang, menegaskan pengadaan tanah tersebut ditangani Tim Pengadaan Tanah yang diketuai Sekretaris Daerah, Junaidi Sitanggang.
“Semua proses berada di bawah tim resmi. Tidak benar jika ini keputusan perorangan,” ujarnya, Jumat (5/12/2025).
Robert juga menyampaikan alasan pemindahan kantor, yaitu lokasi kantor saat ini dinilai sempit dan kerap mengganggu aktivitas Dinas Pemadam Kebakaran yang berada tepat di seberangnya.
“Setiap rapat kami harus menyewa ruangan di luar. Kendaraan dinas juga sering menghambat mobilitas pemadam kebakaran saat keadaan darurat. Karena itu kantor baru diperlukan,” ujarnya.
Ia menegaskan tuduhan mark-up dan fee belum memiliki bukti.
“Kalau memang ada dugaan, silakan dibuktikan. Prosesnya sesuai mekanisme pemerintah,” katanya.
Respons DPRD: Menunggu Data Resmi, Siap Menindak
Sekretaris Komisi III DPRD Pematangsiantar, Alex Hendrik Damanik, mengaku belum menerima informasi lengkap terkait isu ini.
“Sekarang aku belum dapat datanya lengkap, jadi belum bisa komentar banyak. Tidak mungkin menanggapi sesuatu yang masih rumor,” ujarnya, Sabtu (6/12/2025).
Meski begitu, ia menegaskan DPRD siap bertindak jika ada temuan penyimpangan. “Kami serius terhadap informasi yang berpotensi merugikan masyarakat,” katanya.
Komisi III berencana memanggil OPD terkait untuk meminta penjelasan resmi.
Publik Menunggu Transparansi
Polemik pembelian aset Rp 14 miliar ini kini menjadi sorotan publik. Kejelasan mengenai dugaan fee, kesesuaian nilai pembelian, serta urgensi pemindahan kantor menjadi tuntutan utama masyarakat. Pemerintah daerah diminta membuka informasi seluas-luasnya untuk menghindari spekulasi dan menjaga kepercayaan publik.(Putra Purba)






