Dugaan pungli dan tuntutan transparansi Dana BOS serta dana komite di MAN Pematangsiantar mencuat. Publik mendesak kejelasan pengelolaan keuangan madrasah dan peran Komite yang dinilai kurang transparan.
Pematangsiantar|Simantab – Dana pendidikan yang seharusnya meringankan beban orang tua justru menjadi sorotan. Di MAN Pematangsiantar, muncul isu dugaan pungutan liar (pungli) dan desakan agar pengelolaan Dana BOS serta dana komite dilakukan secara transparan.
Kasus ini pun menggoyahkan kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan madrasah negeri di Kota Pematangsiantar. Terbaru, ada spanduk yang memuat dugaan itu dibentangkan di dinding MAN Pematangsiantar, Jl Singorsari.
Ketua Komite MAN Pematangsiantar, Imran Simanjuntak, tidak menampik keberadaan spanduk yang menuntut transparansi, namun menilai isinya cenderung provokatif. Ia menyebut persoalan serupa telah dibahas bersama para orang tua siswa dua pekan sebelumnya.

“Penggunaan Dana BOS dan dana komite sudah terangkum dalam RAPBM (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah). Alokasinya digunakan untuk honor guru, kegiatan ekstrakurikuler, persiapan olimpiade siswa, dan kebutuhan lain yang diusulkan pihak sekolah,” ujar Imran saat dihubungi, Senin (6/10/2025).
Ia menegaskan bahwa pembentukan Komite Madrasah dilakukan sesuai mekanisme, melibatkan perwakilan orang tua siswa, serta melalui proses musyawarah yang sah.
“Saya tidak ikut campur sebagai panitia formatur,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pematangsiantar, Al Ahyu, mengaku belum mendengar kabar adanya dugaan pungli tersebut. Meski demikian, ia memastikan akan menindaklanjutinya bila ditemukan indikasi pelanggaran.
“Belum ada kabar, tapi tentu kami akan mendalami. Penetapan tersangka akan dilakukan sesuai prosedur, mulai dari pencairan Dana BOS hingga pemeriksaan bukti dan saksi,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Tata Kelola Dana Madrasah Kembali Disorot
Sorotan publik terhadap kasus ini juga datang dari praktisi hukum di Sumatera Utara, Edi Yunara, yang menekankan pentingnya transparansi.
“Madrasah seharusnya menjadi teladan integritas. Jika ada dugaan penyimpangan, pihak sekolah wajib memberi klarifikasi terbuka agar tidak menimbulkan kecurigaan,” tegasnya saat dikonfirmasi.
Edi menjelaskan, seluruh madrasah negeri, mulai dari MI, MTs hingga MAN, sudah menerima anggaran rutin dari DIPA dan Dana BOS. Karena itu, pungutan kepada siswa jelas dilarang.
“Hal ini ditegaskan dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang melarang Komite Sekolah meminta biaya dari orang tua siswa,” ungkapnya.
Aturan serupa juga tercantum dalam PMA Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah, yang hanya memperbolehkan penerimaan sumbangan sukarela dari pemerintah daerah, badan usaha, atau lembaga non-pemerintah. Komite tidak diperbolehkan melakukan pungutan yang bersifat mengikat. Bahkan, Keputusan Dirjen Pendis Nomor 3601 Tahun 2024 diterbitkan untuk memastikan pengelolaan dana lebih akuntabel.
Sayangnya, praktik di lapangan kerap jauh dari harapan. Menurut Edi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam sejumlah laporannya menemukan berbagai penyimpangan penggunaan Dana BOS, mulai dari belanja fiktif, honorarium tanpa kejelasan penerima, hingga laporan pertanggungjawaban yang tidak valid.
“Di beberapa madrasah negeri, pungutan dengan dalih sumbangan masih terjadi. Bahkan, orang tua dipatok nominal tertentu untuk pembangunan fasilitas,” ujarnya.
Kondisi seperti ini, lanjutnya, membuat kepercayaan masyarakat terhadap Komite maupun Kepala Madrasah kian menurun. Tak jarang muncul anggapan bahwa Komite hanyalah perpanjangan tangan pihak sekolah untuk menarik pungutan terselubung.
Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara juga menilai pengawasan dari Kementerian Agama, baik di tingkat kota maupun provinsi, harus diperkuat. Menurutnya, Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawas internal pemerintah (APIP) tidak cukup hanya memeriksa laporan di atas kertas.
“Yang lebih penting adalah memastikan setiap rupiah dari Dana BOS benar-benar berwujud fasilitas nyata bagi siswa, dan setiap sumbangan komite dikelola secara adil serta transparan,” pungkasnya.
Bagi orang tua, dana pendidikan bukan sekadar angka dalam RAPBM, melainkan investasi bagi masa depan anak-anak mereka. Bagi sekolah, transparansi bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan fondasi kepercayaan. Dan bagi publik, integritas madrasah adalah cermin integritas pendidikan bangsa.(Putra Purba)