Harga pupuk bersubsidi turun 20 persen sejak 22 Oktober 2025. Petani Pematangsiantar menyambut gembira, namun tetap waspada terhadap peredaran pupuk oplosan.
Pematangsiantar|Simantab – Setelah bertahun-tahun menghadapi tingginya biaya produksi, para petani kini sedikit lega. Pemerintah resmi menurunkan harga pupuk bersubsidi sebesar 20 persen mulai 22 Oktober 2025. Bagi petani di Kota Pematangsiantar, kebijakan ini bukan sekadar angka, melainkan harapan baru di tengah ketidakpastian musim dan harga panen.
Suara Petani: Bertani Selalu Perjuangan
Herna Siallagan (50), anggota Kelompok Tani Matio di Kecamatan Siantar Marimbun, menyebut penurunan harga pupuk sebagai kabar gembira yang sudah lama ditunggu.
“Kami bisa tersenyum lebar. Harga pupuk turun, jadi bisa tanam lebih luas tanpa khawatir kekurangan modal,” ujarnya saat ditemui di lahan sawahnya, Sabtu (25/10/2025).

Namun di balik senyum itu, Herna mengaku perjuangan petani tidak mudah. Saat harga pupuk melonjak, mereka harus berhemat dan saling membantu sesama anggota kelompok tani.
“Kadang kami patungan beli pupuk. Kalau tak cukup, dosis dikurangi supaya semua kebagian,” katanya.
Ia juga pernah membuat pupuk organik cair dari limbah dapur dan kotoran ternak anaknya, meski hasilnya tidak sebaik pupuk pabrikan. “Namanya juga bertahan hidup. Kalau tidak kreatif, bisa rugi besar,” ujarnya.
Harapan dan Waspada
Herna berharap penurunan harga benar-benar dirasakan petani. “Dulu satu hektare habis lebih dari Rp500 ribu untuk pupuk. Sekarang bisa hemat sampai Rp100 ribu,” ungkapnya.
Penghematan itu, katanya, bisa dipakai membeli benih unggul atau membayar buruh tanam. Namun ia juga mengingatkan agar harga murah ini tidak memunculkan praktik pupuk oplosan.
“Biasanya kalau harga turun, mulai muncul pupuk palsu. Karungnya mirip, tapi isinya entah apa. Pemerintah harus awasi,” tegasnya.
Herna mengaku pernah tertipu dua tahun lalu saat membeli pupuk di kios tak resmi. “Warnanya mirip NPK, tapi setelah dipakai tanaman malah kering. Jangan sampai itu terulang,” pintanya.
Ketua Kelompok Tani: Harga Turun, Pengawasan Harus Ketat
Hal senada disampaikan Ketua Kelompok Tani Marsiurupan, Kecamatan Siantar Marihat, Jekson Hutabarat. Ia menilai penurunan harga jangan sampai dimanfaatkan oknum yang bermain di distribusi.
“Yang penting harga benar-benar sampai ke kios dan petani. Kami siap ikut mengawasi,” ujarnya tegas.
Untuk mencegah kecurangan, kelompoknya kini membeli pupuk secara kolektif melalui koperasi tani. “Dulu kalau beli sendiri-sendiri, rawan ditipu. Sekarang semua lewat koperasi supaya lebih aman,” katanya.
Kementan: Efisiensi Tanpa Tambah Subsidi
Kementerian Pertanian menegaskan, penurunan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk tidak menambah beban subsidi negara. Pemerintah melakukan efisiensi dengan memangkas rantai distribusi dan memperbaiki sistem industri pupuk nasional bekerja sama dengan PT Pupuk Indonesia (Persero).
Daftar penurunan harga pupuk bersubsidi:
- Urea: dari Rp2.250 menjadi Rp1.800/kg
- NPK: dari Rp2.300 menjadi Rp1.840/kg
- NPK Kakao: dari Rp3.300 menjadi Rp2.640/kg
- ZA (khusus tebu): dari Rp1.700 menjadi Rp1.360/kg
- Pupuk organik: dari Rp800 menjadi Rp640/kg
Kebijakan ini berlaku nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025.
DKPP: Siap Awasi Kualitas dan Sosialisasi Harga Baru
Pengawas Mutu Hasil Pertanian dari DKPP Kota Pematangsiantar, David Purba, memastikan alokasi pupuk subsidi tahun ini aman.
“Siantar mendapat urea 1.050 ton dan NPK 1.100 ton untuk enam kecamatan,” jelasnya, Jumat (24/10/2025).
Ia menyebut, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) akan turun langsung ke kelompok tani untuk sosialisasi harga baru dan mengawasi kualitas pupuk. DKPP juga menunggu surat resmi dari Dinas Pertanian Provinsi guna memperkuat sosialisasi HET baru dan mencegah peredaran pupuk oplosan.
Antara Syukur dan Kewaspadaan
David menegaskan, keberhasilan kebijakan ini bergantung pada pengawasan bersama. “Pupuk harus benar-benar sampai ke petani yang berhak dan tidak disalahgunakan,” ujarnya.
Bagi para petani, turunnya harga pupuk meringankan beban. Namun di balik rasa syukur, ada kewaspadaan baru. “Kami senang harga turun, tapi tolong pastikan pupuk yang kami beli benar-benar asli. Kami tanam bukan cuma padi, tapi masa depan keluarga,” kata Herna.
Kebijakan baik, kata mereka, harus dirasakan hingga ke akar rumput—ke tangan petani yang menanam kehidupan itu sendiri.(Putra Purba)






