Saking buruknya, di tempat yang bertuliskan dilarang buang sampah, malah jadi tempat pembuangan sampah sembarangan (TPSS).
Pematangsiantar|Simantab – Buruk. Itulah nilai yang tepat disematkan untuk kondisi kebersihana di Kota Pematangsiantar. Sedikitpun tidak sejalan dengan jargon Lisa (Lihat sampah ambil), yang dipopulerkan Wali Kota dr Susanti.
Saking buruknya, di tempat yang bertuliskan dilarang buang sampah, malah jadi tempat pembuangan sampah sembarangan (TPSS).
Pantauan Simantab, ada sejumlah tempat di beberapa kelurahan memiliki TPSSS dengan tulisan “DILARANG BUANG SAMPAH DI SINI.”
Di tumpukan sampah itu banyak terlihat sampah plastik dan berbagai jenis limbah rumah tangga, Lokasinya ada di Kelurahan Dwikora, Bantan, Simarito, Banjar, serta Sipinggol-pinggol.
Pengamat Lingkungan setempat, Ramainim Saragih mengatakan, fenoma yang terjadi di Pematangsiantar itu
cerminan dari kompleksitas persoalan yang berakar dari kebiasaan. Kurangnya pemahaman akan dampak lingkungan, dan seringkali diperparah oleh keterbatasan aksesibilitas terhadap fasilitas tempat sampah yang layak.
“Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tidak bisa lagi bersifat sporadis. Dibutuhkan strategi edukasi yang berkelanjutan, menyentuh berbagai lapisan masyarakat melalui beragam kanal komunikasi. Contoh dan teladan dari para pemimpin dan tokoh masyarakat akan sangat efektif dalam membentuk budaya bersih,” ujarnya, Selasa (22/04/2025).
Anggap remeh dengan lingkungan dan ketidaknyamanan dalam mencari tempat sampah juga menjadi faktor pendorong perilaku tidak bertanggung jawab itu.
Pemko Pematangsiantar, melalui kelurahan, tidak boleh berhenti memberi saran konstruktif. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan infrastruktur tempat sampah yang memadai dan mudah diakses oleh masyarakat.
Di isi lain, dosen Universitas Simalungun ini mengatakan, edukasi yang berkelanjutan dan penegakan hukum yang tegas juga menjadi kunci untuk mengubah perilaku masyarakat
“Waduh, lurahnya mana nih? Pihak kelurahan memiliki peran kunci dalam memetakan secara detail titik-titik permasalahan sampah di wilayahnya. Observasi langsung, partisipasi aktif warga melalui laporan, dan pemanfaatan teknologi pemetaan membantu mengidentifikasi zona-zona kritis pembuangan sampah ilegal. Dengan data yang akurat, tindakan pencegahan dan penertiban dapat dilakukan lebih terarah,” ujarnya.
Tantangan terbesar dalam mengatasi persoalan ini, katanya, terletak pada perubahan perilaku masyarakat yang sudah mengakar.
Terkait sanksi, Raminim berpendapat bahwa efektivitasnya sangat bergantung pada implementasinya.
“Sanksi tanpa penegakan yang konsisten tidak akan memberikan efek jera. Pemerintah Kota perlu meninjau kembali efektivitas sanksi yang ada. Peningkatan denda yang signifikan, disertai dengan pengawasan ketat dan penindakan tanpa kompromi, dapat menjadi langkah awal yang baik. Namun, sanksi harus berjalan beriringan dengan edukasi dan penyediaan fasilitas yang memadai,” katanya.
Menanggapi kondisi terkait sampah tersebut, Lurah Dwikora, Sam Andre Situngkir menyatakan, pihaknya di tingkat kelurahan fokus pada kegiatan bersih-bersih, sementara pengangkutan sampah merupakan kewenangan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Kalau di tingkat kecamatan dan kelurahan hanya bersih-bersih saja. Kalau pengangkutan sampah hingga ke TPA di Tanjung Pinggir itu tugasnya dinas lingkungan, kami akan konfirmasi kepada OPD terkait,” ujarnya singkat.
Lain halnya disampaikan oleh Kepala Bidang Pesampahaan Sampah DLH Kota Pematangsiantar, Manotar Ambarita. Dia menuturkan, kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua daerah, termasuk Kota Pematangsiantar.
“Ini jelas menunjukkan adanya permasalahan yang kompleks, bukan hanya terkait minimnya kesadaran sebagian masyarakat, tetapi juga kemungkinan adanya kendala dalam sistem pengelolaan sampah di tingkat kelurahan dan kecamatan,” tuturnya saat dikonfirmasi.
Ia mengatakan, pemasangan rambu atau papan larangan memang merupakan salah satu langkah awal dalam upaya penertiban. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada beberapa faktor krusial.
“Intensitas dan efektivitas sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat. Papan larangan saja mungkin tidak cukup kuat untuk mengubah kebiasaan buruk yang sudah tertanam. Perlu adanya upaya berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang dampak negatif sampah sembarangan terhadap kesehatan dan lingkungan. Kami akan perbaiki perlahan-lahan,” ujar Manotar.(putra purba)