Simalungun, Kasus pengadaan baju batik seragam yang diperjual belikan di sekolah sekolah se-Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara terus mendapat sorotan dari penggiat pendidikan dan anti korupsi di Siantar Simalungun.
Baju seragam batik tersebut diperuntukkan bagi siswa di jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Pengadaan baju seragam batik dengan nuansa etnis Simalungun ini sendiri sudah berlangsung beberapa tahun belakangan. Namun baju seragam batik untuk tahun ajaran 2022 ini menggunakan corak yang berbeda dari tahun tahun sebelumnya.
Perubahan corak batik ini tentu saja memaksa siswa untuk membeli ulang. Jika ditahun sebelumnya baju batik abang kelas dapat digunakan oleh adiknya namun kebijakan dinas pendidikan Simallungun yang merubah corak batik tersebut membuat semua siswa harus membelinya.
Hal ini tentu saja memberatkan orang tua siswa se-Kabupaten Simalungun. Orang tua siswa kepada simantab menyatakan keberatan terhadap harga batik tersebut karena sangat mahal dan jika dibandingkan dengan baju dengan bahan yang sama yang beredar di pasar, harga tersebut sangatlah mahal.
Hal tersebut mendorong Lembaga Advokasi dan Kajian Hukum Indonesia berdasarkan rilis yang diterima Simantab menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Dalam suratnya tertanggal 11 Mei 2022 Nomor: 24/PER/LAKHI/2022 tentang Permohonan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan pengawasan terhadap KEjaksaan Negeri Simalungun ATAS PENYELIDIKAN TERHADAP ADANYA laporan Dugaan KORUPSI pengadaan baju batik SD, SMP di Kabupaten Simalungun.
Dalam surat tersebut, Ronal Reagen Barimbing, SH sebagai Ketua Lembaga Advokasi dan Kajian Hukum Indonesia menyatakan:
Bahwa sesuai dengan analisa ataupun Investigasi Team kami di lapangan Pengadaan Batik untuk anak SD dan SMP yang ada di kabupaten Simalungun Tersebut adalah Sebuah Perbuatan Melawan Hukum untuk memperkaya Diri sendiri ataupun orang lain yang bertentangan dengan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Selain adanya potensi tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh penjual dan kepala sekolah serta dinas pendidikan di Kabupaten Simalungun, Lembaga Advokasi dan Kajian Hukum Indonesia juga menyoroti tentang beban yang ditanggung oleh orang tua siswa dalam masa pandemi Covid 19 ini.
Dan selanjutnya Ronal Reagen Barimbing, SH juga menduga adanya persekongkolan dan pembiaran dari instansi terkait dalam pengadaan baju batik yang berlangsung di sekolah sekolah se Kabupaten Simalungun.
Bahwa kami menduga keras adanya Pembiaran ataupun Unsur Kesengajaan dari Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Persoalan ini, kuatnya dugaan kami berdasarkan analisa Hukum kami yaitu adanya surat edaran yang di keluarkan oleh dinas Pendidikan Kabupaten simalunun Nomor : 420/1094/4.4.1/2022 tertanggal 28 April 2022 Tentang surat edaran terkait pakaian batik Motif etnik Simalungun, dalam Surat tersebut, Kadis Pendidikan kabupaten Simalungun Drs.Jocson Midian Silalahi.M.Pd yang pada intinya menyatakan bahwa bagi siswa yang memiliki pakaian seragam Batik Milik kakak/Saudara (Baju Batik Yang sama) dari kelas yang lebih tinggi diperbolehkan untuk memakai pakaian dimaksud tanpa membeli batik Di maksud, Akan tetapi Fakta Di lapangan batik yang diperjual Belikan tidak memilik Corak yang sama dengan tahun sebelumnya, Sehingga tidak ada alasan bagi siswa untuk memaki pakaian kakak ataupun saudaranya.
Dan Ronal Reagen Barimbing, SH meminta KPK RI untuk melakukan supervisi terhadap kasus yang sedang bergulir di Kejaksaan Negeri Simalungun ini karena telah terjadi pemanggilann oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Simalungun kepada kepala sekolah SD dan SMP se-Kabupaten Simalungun.
Supervisi dari Komisi Pemberantasan Korupsi ini sangat dibutuhkan untuk menjamin penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya.