Siantar – Salah seorang kader militan PDI Perjuangan di Kota Pematangsiantar, Azhari Nasution menyebut peristiwa 27 Juli 1996 merupakan momentum bersejarah bagi kehidupan demokrasi dan wong cilik.
Peristiwa 27 Juli 1996 disebut sebagai Peristiwa Kudatuli, yakni kerusuhan dua puluh tujuh juli yang berlangsung pada hari Sabtu, adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat, saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.
Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.
“Tanggal 27 Juli 1996 bagi kami kader partai berlambang banteng moncong putih tak mudah terlupakan. Masa itu satu rezim sangat haus akan kekuasaan. Rezim itu merasakan gerakan wong cilik yang tergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia sangat mengganggu kenyamanan mereka beserta kroninya. Mereka tak mau demokrasi di negeri ini tumbuh,” tutur Azhari, Selasa (27/7/2021) dalam keterangan tertulis.
Kita harus lebih maju serta bermartabat di mata negara-negara di dunia.
Rezim itu kata dia, sengaja dan memaksa untuk memecah dan merebut partai yang memang sampai saat ini tetap berdiri dan peduli terhadap kaum wong cilik yang selalu tertindas.
“Kader partai dan rakyat tak rela atas perbuatan rezim. Melakukan perlawanan dan akhirnya terjadi pertumpahan darah dan sampai jatuh korban jiwa. Kami kader partai tetap solid dan terus satu dalam barisan untuk menjalankan amanat partai dari Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri,” tukasnya.
Azhari mengaku bangga akan sikap dan sifat Megawati Soekarnoputri dan pantas disebut negarawan. Sebab ketika sudah merebut kekuasaan bersama rakyat, tak menunjukkan dendam pribadi ke rezim yang anti demokrasi itu.
“Beliau tetap menyerahkan semua kejadian 27 Juli 1996 ke ranah hukum,” katanya. “Kami kader partai tetap memperjuangkan hak-hak wong cilik yang selama ini dirampok oleh rezim orde baru,” kata Ketua PAC PDI Perjuangan Siantar Barat tersebut.
Kini ibu pertiwi sedang menangis, sambung Azahari, Indonesia sedang mengalami masa sulit di tengah pandemi Covid-19.
PDI Perjuangan dengan segenap fungsionaris dan seluruh kader yang berada di pelosok negeri, meminta agar bersama berjuang, bergotong royong untuk keluar dari masa sulit.
“Kita harus lebih maju serta bermartabat di mata negara-negara di dunia. Apa yang telah dan sedang kita kerjakan ini semoga Tuhan YME memberikan ridho untuk semua usaha kita. Sebab kita hanya diwajibkan berusaha dan harus disertai doa kepada Tuhan YME,” katanya.
“27 Juli 1996 membuat kader PDI Perjuangan lebih tangguh. Salam hormat dan sayang saya buat ibu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri,” pungkasnya. []