Revitalisasi Pasar Horas di Pematangsiantar diharapkan menjadi motor baru ekonomi kota. Pengamat menekankan pentingnya transparansi, partisipasi pedagang, dan konsep pasar wisata agar tetap menarik di tengah arus tol menuju Danau Toba.
Pematangsiantar|Simantab – Kebakaran yang melalap Gedung IV Pasar Horas setahun lalu menjadi titik balik wajah pusat perdagangan terbesar di Kota Pematangsiantar. Dari ruang dagang yang padat dan rawan kebakaran, kini muncul harapan baru: membangun pasar rakyat yang aman, tangguh, dan berdaya saing.
Namun, semangat revitalisasi itu menyisakan pertanyaan besar. Hingga kini, maket maupun rancangan resmi proyek pembangunan Pasar Horas belum dipublikasikan. Tidak ada kejelasan mengenai jumlah lantai, pola kios, atau sejauh mana pedagang dilibatkan dalam perencanaan.
Menurut pengamat tata ruang, Marulam Simarmata, transparansi proyek publik seperti revitalisasi pasar merupakan syarat utama bagi tata kelola pemerintahan yang akuntabel.

“Publik berhak mengetahui arah pembangunan dan menilai manfaat serta dampaknya,” ujarnya.
Pentingnya Transparansi dan Partisipasi Publik
Marulam menegaskan, transparansi bukan sekadar administrasi, tetapi fondasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Desain terbuka memberi kesempatan bagi warga memberi masukan dan memastikan uang rakyat digunakan sesuai kebutuhan riil.
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menegaskan hak masyarakat mengetahui penggunaan dana publik serta kesesuaian proyek dengan kepentingan umum.
“Pasar yang dibangun tanpa partisipasi warga berisiko tidak fungsional. Revitalisasi seharusnya menata ulang sistem sosial, ekonomi, dan keamanan, bukan hanya mempercantik bangunan,” ujarnya.
Ia juga menilai tata ruang pasar harus mempertimbangkan arus pengunjung, zonasi barang dagangan, dan ruang publik yang nyaman. “Jika ingin naik kelas, Pasar Horas harus menjadi pasar yang hidup, efisien, dan berakar pada karakter Siantar,” tambahnya.
Momentum dari Kebakaran
Marulam menilai kebakaran di Pasar Horas seharusnya menjadi momentum reflektif untuk menata ulang konsep ruang publik kota. Ia menekankan pentingnya penerapan konsep ruang terbuka yang mudah diawasi dan aman dari risiko kebakaran.
“Revitalisasi mesti berorientasi pada keamanan, sirkulasi udara, evakuasi, serta sistem kelistrikan yang terpusat. Jalur bongkar muat sebaiknya terpisah dari jalur pengunjung agar tertib,” katanya.
Ia juga mendorong penerapan digitalisasi di pasar, seperti pembayaran nontunai dan manajemen data kios.
“Pasar modern bukan berarti meninggalkan tradisi, tapi mengadaptasi teknologi agar efisien dan kompetitif,” tambahnya.
Peluang dan Risiko Ekonomi
Pengamat ekonomi Darwin Damanik menilai revitalisasi eks Gedung IV Pasar Horas berpotensi menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi, asalkan direncanakan dan dikelola dengan matang.
“Hal utama adalah memastikan proyek ini layak secara finansial. Harus ada studi kelayakan agar manfaat ekonominya melebihi biaya investasi,” ujarnya.
Menurutnya, revitalisasi pasar adalah investasi produktif yang harus memberi dampak nyata terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan pedagang.
“Tanpa analisis biaya dan manfaat yang jelas, risikonya besar—pasar bisa sepi dan kios kosong,” katanya.
Darwin menekankan pentingnya model bisnis pasar yang adaptif. Tarif kios harus realistis, manajemen harus melibatkan pedagang, dan tata kelola dijalankan secara profesional. “Pedagang harus merasa memiliki, bukan sekadar penyewa,” ujarnya.
Siantar Harus Berbenah di Tengah Arus Tol
Darwin mengingatkan, posisi Pematangsiantar sebagai kota transit kini terancam oleh keberadaan jalan tol menuju Danau Toba. Jalur cepat ini memperpendek waktu tempuh wisatawan, namun juga mengurangi kunjungan ke Siantar.
“Lihat Bengkel dan Tebingtinggi, yang dulu ramai kini sepi. Siantar bisa bernasib sama jika tidak berbenah,” katanya.
Karena itu, ia menilai Pasar Horas harus menjadi destinasi belanja dan kuliner khas.
“Siantar bisa meniru pasar wisata seperti Borough Market di London yang hidup karena menjual pengalaman dan keaslian produk lokal,” ujarnya.
Ia menyarankan agar revitalisasi pasar memasukkan unsur budaya seperti ulos, kopi Siantar, dan kuliner khas daerah.
“Pasar Horas bisa menjadi miniatur kehidupan Siantar dan Simalungun, tempat wisatawan berhenti bukan karena harus, tetapi karena ingin,” katanya.
Darwin menegaskan, revitalisasi Pasar Horas bukan sekadar membangun gedung, melainkan mengarahkan masa depan ekonomi kota. Dengan konsep pasar wisata yang dikelola transparan, partisipatif, dan modern, Pasar Horas dapat menjadi simbol daya tahan ekonomi Siantar di tengah arus tol.(Putra Purba)