Manipulasi PPPK dengan modus dibuatkan nota tugas oleh salah satu oknum di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Simalungun.
Simalungun|Simantab – Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Simalungun, akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak pihak. Pasalnya, pelulusan PPPK itu mulai terendus sarat manipulasi data.
Terbaru, terkait seorang peserta seleksi berinisial SBS dinyatakan lolos sebagai PPPK melalui jalur honorer di SMP Negeri 1 Pamatang Silimakuta. Padahal, pihak sekolah membantah, SBS pernah bekerja di sana.
Bantahan itu bahkan disampaikan Kepala SMP Negeri 1 Pamatang Silimakuta, Anita Sabrina Pasaribu. Anita mengonfirmasi SBS tidak pernah tercatat sebagai tenaga honorer di sekolah yang dipimpinnya.

Terungkap darinya, SBS sempat datang ke sekolah untuk meminta legalisasi berkas. Namun permintaan tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan fakta.
Menurutnya, manipulasi data SBS tersebut dengan modus dibuatkan nota tugas oleh salah satu oknum di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Simalungun atau pihak koordinator wilayah untuk masuk Dapodik (Data Pokok Peserta Didik).
“Padahal dia (SBS) tidak pernah tercatat sebagai tenaga honorer di sekolah ini, apalagi bahasanya masuk kerja. Itu yang disesali sama guru-guru yang lama ngajar di sini (SMP Negeri 1 Pamatang Silimakuta),” ujar dia saat dikonfirmasi. Kamis (6/3/2025).
Praktik manipulasi data tersebut, kata Anita, sangat merugikan para guru honorer yang memang berkeinginan untuk lolos sebagai PPPK, baik berasal dari sekolahnya maupun dari sekolah-sekolah lainnya.
“Mereka merasa kecewa, persaingannya berat karena masih banyak teman-teman yang bersertifikat pendidik, afirmasinya auto lulus di kompetensi teknis,” jelas dia.
Dari sumber lain yang berhasil dihimpun, menyebutkan SBS juga pernah mengklaim bekerja di bawah Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun sebelum akhirnya lolos seleksi.
Terendusnya dugaan manipulasi data ini mendapat reaksi dari Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (GEMAPSI). Ketua GEMAPSI Anthony Damanik, menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem verifikasi dalam seleksi PPPK.
Ia mengatakan, transparansi dan akurasi data sangat penting untuk menghindari praktik manipulasi yang merugikan tenaga honorer lain yang berhak mendapatkan kesempatan.
“Bahwa dalam Peraturan kemenpan RB No.347 tahun 2024 pada diktum ke (7) menyatakan Setiap pelamar wajib memiliki pengalaman di bidang kerja sesuai dengan kompetensi tugas dan Jabatan,” katanya saat dikonfirmasi.
Ia menyoroti terdapat 90 temuan dugaan pelanggaran dengan indikasi keterlibatan pejabat Pemkab, termasuk BKSDM, Satpol PP, dan Dinas Pendidikan, dalam praktik rekayasa dan pemalsuan dokumen untuk meloloskan peserta yang tidak memenuhi syarat.
Dugaan pelanggaran mencakup ketidaksesuaian kompetensi. Dia mencontohkan, adanya kejanggalan dari dinas lain lolos di Satpol PP, sementara tenaga honorer Satpol PP yang berpengalaman justru gagal.
“Banyak pegawai PPPK ini tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai pegawai PPPK karena tidak memenuhi syarat. Khususnya dalam hal ketentuan minimal sebagai pegawai honorer aktif selama 2 ( dua ) tahun,” ungkapnya.

Tak hanya itu, kata Anthony, pemalsuan dokumen, seperti surat keterangan bekerja palsu, juga menjadi sorotan, bersama dengan dugaan pelanggaran netralitas oleh peserta yang terlibat dalam kegiatan politik.
“Ada honorer yang diyatakan lolos dalam pengangkatan PPPK, padahal ditahun 2024 terdaftar sebagai caleg. Dan ada juga pada saat kampanye terlihat sebagai juru kampanye pada salah satu pasangan calon Bupati Simalungun, tapi dinyatakan lolos pada PPK,” tuturnya.
Data yang ditemukan Antony terkait pengangkatan PPPK, Pemkab Simalungun mengangkat 4.390 pegawai pada 2024 dan membuka formasi 2.680 pada 2025, dengan 1.043 peserta telah lolos.
“Penambahan formasi yang dinilai tidak transparan. Kita desak Pemkab untuk mengoptimalkan tenaga honorer yang memenuhi syarat, sesuai Peraturan Menpan RB No mor 347 Tahun 2024, dan meminta DPRD membentuk Pansus untuk mengusut tuntas dugaan kecurangan ini,” ujarnya.
Ketua Komisi IV DPRD Simalungun, Abdul Rajak Siregar, juga angkat bicara mengenai persoalan ini. Pihaknya berencana berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) guna mencari solusi terkait polemik PPPK, terutama bagi tenaga honorer yang tidak lulus seleksi tahap pertama tahun anggaran 2024.
“Dalam waktu dekat ini, kami akan melakukan koordinasi dengan Kemenpan-RB. Jika diperlukan, kami bisa membentuk Panitia Khusus (Pansus) setelah diskusi lebih lanjut,” ujar Abdul Rajak. (putra purba)