Pemerintah Kota Pematangsiantar membedah 40 rumah warga miskin tahun 2025. Namun, lebih dari 800 rumah tidak layak huni masih menunggu perbaikan di kawasan kumuh.
Pematangsiantar|Simantab – Pemerintah Kota Pematangsiantar melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tahun ini melaksanakan program bedah rumah bagi warga berpenghasilan rendah yang tinggal di rumah tidak layak huni. Program ini menjadi wujud kepedulian pemerintah kota dalam menyediakan tempat tinggal yang sehat, aman, dan manusiawi.
Sebanyak 40 warga menjadi penerima manfaat Program Bedah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) tahun 2025. Kepala Bidang Perumahan PKP, Eva Imelda Sihombing, mengatakan program ini ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang masih tinggal di rumah di bawah standar kelayakan.
“Masih ada rumah warga berlantai tanah dan berdinding bambu. Program ini hadir agar masyarakat dapat tinggal di rumah yang lebih sehat dan manusiawi,” ujar Eva, Senin (20/10/2025).

Ia menjelaskan, setiap rumah mendapat bantuan sebesar Rp20 juta, termasuk upah tukang Rp2,5 juta. Seluruh penerima bantuan telah melalui proses survei dan verifikasi, mencakup kepemilikan rumah, status tanah, serta penghasilan.
“Syarat utamanya, rumah harus milik sendiri dan dihuni, bukan kontrakan,” tambahnya.
Ratusan Rumah Masih Menunggu Perbaikan
Data Dinas PKP menunjukkan, masih ada 1.577 rumah tangga di Pematangsiantar yang tinggal di kawasan kumuh. Dari jumlah itu, 771 rumah sudah dibenahi, sedangkan 806 rumah lainnya masih menunggu perbaikan.
Eva menegaskan keberhasilan program ini juga bergantung pada sinergi berbagai pihak, termasuk perangkat kelurahan dan Babinsa.
“Perangkat kelurahan berperan penting dalam sosialisasi, pendataan, dan memastikan bantuan tepat sasaran. Babinsa turut mengawasi jalannya pembangunan dan mencegah penyimpangan,” katanya.
Babinsa bahkan sering membantu langsung di lapangan, seperti memasang pondasi, menata atap, atau mengangkat bahan bangunan.
“Kehadiran Babinsa sangat membantu mempercepat penyelesaian proyek,” ujar Eva.
Sinergi Pembangunan dan Pembagian Wewenang
Kepala Bappeda Pematangsiantar, Dedi Idris Harahap, menjelaskan program bedah rumah merupakan bagian dari upaya terintegrasi pengentasan kawasan kumuh yang diatur bersama pemerintah kota, provinsi, dan pusat.
“Tahun lalu, Pemko menyerahkan kewenangan penanganan lima kawasan kumuh kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Itu sesuai dengan pembagian kewenangan,” katanya.
Kelima kawasan tersebut meliputi Kelurahan Tanjung Tongah (10,49 hektare), Kahean (11,23 hektare), Asuhan (12,14 hektare), Simarito (13,68 hektare), dan Bantan (13,87 hektare). Kawasan kumuh di bawah 10 hektare menjadi tanggung jawab Pemko, 10–15 hektare ditangani pemerintah provinsi, dan di atas 15 hektare menjadi kewenangan pusat.
“Kami ingin pembangunan perumahan dan penataan kawasan kumuh berjalan sinergis agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan,” ujarnya.
Dedi juga menekankan pentingnya kesinambungan program, mulai dari penyediaan air bersih, sanitasi, hingga akses jalan lingkungan.
“Tidak cukup hanya membenahi rumah, lingkungannya juga harus sehat agar masyarakat keluar dari lingkar kemiskinan perumahan,” tambahnya.
Perlu Kesadaran Sosial dan Ekonomi Warga
Pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara, Agus Suriadi, menilai program bedah rumah tidak boleh berhenti pada aspek fisik. “Rumah akan percuma jika warga tidak dibina soal perilaku hidup bersih dan kepedulian terhadap lingkungan,” katanya.
Agus juga menyoroti pentingnya transparansi dalam penentuan penerima bantuan agar tidak memicu kecemburuan sosial. “Data dan mekanisme penyaluran bantuan harus terbuka,” ujarnya.
Menurutnya, selain memperbaiki rumah, pemerintah juga perlu mendorong pemberdayaan ekonomi lokal.
“Rumah layak hanya akan bermakna bila penghuninya juga berdaya secara ekonomi,” pungkasnya.(Putra Purba)