Pemerintah Kabupaten Simalungun memperbaiki sistem distribusi pupuk bersubsidi agar lebih tepat sasaran melalui validasi data petani, integrasi e-RDKK, dan pengawasan lapangan.
Simalungun|Simantab – Pemerintah Kabupaten Simalungun berupaya memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Program yang telah berjalan sejak 1970-an itu masih menghadapi persoalan klasik seperti data petani tidak akurat, distribusi lambat, dan lemahnya pengawasan di lapangan.
Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 menjadi tonggak baru kebijakan pupuk bersubsidi. Jenis pupuk yang disubsidi kini bertambah, meliputi urea, NPK, organik, ZA, dan TSP. Pemerintah berharap penyederhanaan aturan dapat mempercepat penyaluran pupuk ke petani. Namun kondisi di lapangan menunjukkan hasil yang belum optimal.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara, Herdensi Adnin, menilai perubahan kebijakan tidak cukup tanpa pembenahan tata kelola. “Data yang tidak akurat dan lemahnya kontrol sosial membuat pupuk sering salah sasaran,” ujarnya, Sabtu (4/10/2025).

Ia menjelaskan bahwa meski anggaran subsidi meningkat, produktivitas pertanian di sejumlah daerah justru stagnan. “Biaya besar tidak sepadan dengan hasil yang diperoleh. Masalahnya ada di tata kelola dan akurasi data,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian Dinas Pertanian Simalungun, Goksan Damanik, menyebut pemerintah daerah terus memperbaiki sistem distribusi agar pupuk sampai ke petani yang berhak.
“Tantangan kami adalah memastikan distribusi tepat sasaran. Karena itu kami memperkuat validasi data kelompok tani, pengawasan di kios, dan evaluasi rutin,” ujarnya.
Menurut Goksan, integrasi data e-RDKK dengan data kependudukan mulai diterapkan untuk menghindari kesalahan penerima. “Kalau data petani diperbarui setiap musim tanam, peluang salah sasaran bisa ditekan,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya literasi petani tentang harga eceran tertinggi dan mekanisme pengaduan. “Penyuluh kami tekankan lebih aktif menjelaskan hak petani agar tidak mudah dirugikan,” ujarnya.
Goksan menambahkan, tantangan di wilayah 3T masih besar karena akses jalan dan transportasi terbatas. “Kami berharap ada subsidi transportasi tambahan agar pupuk tidak terlambat sampai ke petani,” jelasnya.
Sepanjang 2024, penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Simalungun mencapai 90,76 persen dari total alokasi 50,3 juta kilogram. Pada triwulan pertama 2025, distribusi urea mencapai 21,19 juta kilogram atau 86,10 persen, sedangkan NPK Phonska mencapai 24,46 juta kilogram atau 95,57 persen.
“Kami berkomitmen mempertahankan capaian positif ini karena sektor pertanian adalah tulang punggung ekonomi masyarakat,” tegas Goksan.
Herdensi menambahkan, banyak negara maju telah mengalihkan subsidi pupuk ke arah pertanian ramah lingkungan atau langsung ke produsen. “Model seperti ini bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia agar reformasi subsidi berorientasi pada keberlanjutan,” katanya.
Ia juga menilai efektivitas subsidi pupuk bergantung pada kualitas tata kelola dan partisipasi petani. “Kalau petani dilibatkan sebagai pengawas sosial, maka peluang penyimpangan bisa ditekan,” tutup Herdensi.(Putra Purba)