Rocky Gerung kerap dikritik karena ucapannya dianggap menghina pemerintah, khususnya presiden. Namun mahasiswa menilai ada batas tipis antara kritik dan penghinaan.
Simalungun|Simantab – Acara Silaturahmi Nasional dan Launching Semangat Baru Indonesia yang akan digelar di Parapat pada 18–19 Oktober 2025 menjadi perhatian publik.
Kehadiran akademisi sekaligus pengamat politik kontroversial, Rocky Gerung, sebagai salah satu pembicara utama memunculkan beragam pandangan, terutama dari kalangan mahasiswa. Mereka menilai forum ini sebagai ruang penting untuk diskusi kritis sekaligus tolok ukur kedewasaan berdemokrasi di masyarakat.
Tokoh Kontroversial, Ruang Diskusi, dan Ujian Logika

Doni Siallagan, Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Simalungun, menyambut baik kehadiran Rocky Gerung. Ia mengingatkan publik agar mampu mencerna kritik yang disampaikan.
“Mungkin banyak dampak kontroversial yang akan muncul jika pihak-pihak yang hadir tidak memakai logika dalam mengartikan kata-kata yang dikeluarkan oleh tokoh tersebut,” ujar Doni.
Senada, Kiki Munthe, Ketua BEM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, menyebut kehadiran Rocky Gerung sebagai alat ukur kematangan berpolitik masyarakat.
Menurut Kiki, Rocky Gerung sering dianggap simbol perlawanan terhadap upaya membatasi kebebasan akademis dan berpendapat. Kehadirannya bisa menjadi ujian bagi masyarakat lokal dalam menyikapi perbedaan pendapat dan mengelola diskusi publik.
Di kalangan BEM, pengaruh Rocky diakui signifikan, terutama dalam memicu isu-isu politik dan sosial. Doni menyebut perannya sangat besar dalam memberikan kritikan yang “panas.”
Batasan Etis dan Netralitas Penyelenggara
Menanggapi potensi kericuhan, kedua mahasiswa menyoroti peran panitia dan moderator dalam menjaga ketertiban serta etika diskusi.
Doni meminta panitia sigap menetralkan suasana jika forum mulai tidak kondusif. “Kalau soal keamanan, pihak panitia perlu menyiapkan pengamanan yang ketat,” katanya.
Kiki menekankan perlunya moderator yang kuat, netral, dan mampu mengarahkan diskusi konstruktif. “Moderator yang efektif dapat menjaga diskusi tetap produktif, menghormati berbagai pandangan, dan mencegah potensi konflik,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya panitia memberi kejelasan tujuan acara agar tidak memicu polarisasi.
Kritik Bukan Penghinaan
Rocky Gerung kerap dikritik karena ucapannya dianggap menghina pemerintah, khususnya presiden. Namun mahasiswa menilai ada batas tipis antara kritik dan penghinaan.
Doni mendesak publik agar tidak cepat menuduh kritik sebagai penghinaan. “Kalau dibilang menghina itu tidak. Kita harus kritis. Makanya seluruh masyarakat harus pintar mengobservasi kata-kata,” tegasnya.
Kiki mencontohkan pernyataan Rocky tentang guru yang menurutnya adalah kritik terhadap kebijakan, bukan serangan pribadi. “Rocky pernah berkata guru diagungkan sebagai profesi mulia, tetapi direndahkan dengan status honorer,” ujarnya.
Menurut Kiki, Rocky juga menyoroti perlunya alokasi belanja wajib untuk pendidikan dan kesehatan sebagai bentuk keberpihakan negara.
Peran BEM dalam Mengawal Diskusi
Dalam konteks acara, Doni mengingatkan pentingnya peran BEM, akademisi, dan aktivis lokal untuk memastikan diskusi berpegang pada prinsip kebenaran dan kejujuran.
“Pihak-pihak terkait harus netral. Kalau bisa, semua berpegang teguh pada kebenaran dan kejujuran,” katanya.
Kiki menambahkan, BEM bisa berperan sebagai fasilitator untuk mengarahkan diskusi agar tetap fokus dan produktif.
Menurut mereka, pernyataan kontroversial Rocky justru penting untuk memantik perdebatan konstruktif. Acara Silaturahmi Nasional di Parapat ini diharapkan menjadi momentum lahirnya gagasan baru yang kritis, sejalan dengan tema acara: Semangat Baru Indonesia.(Ronal Sibuea)