Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan,
Jakarta|Simantab – Gubernur, Bupati dan Walikota terpilih yang baru saja dilantik, tidak diperbolehkan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemda yang dipimpinnya dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal pelantikan.
Para kepala daerah yang baru saja dilantik juga tidak boleh mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun sejak pelantikan pejabat tersebut.

Demikian ditegaskan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi melalui Surat Edaran No. 02/2016 tentang Penggantian Pejabat Pasca Pilkada.
Surat Edaran tersebut tembusannya disampaikan kepada Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Dalam Negeri.
Menurut Yuddy, surat edaran itu diterbitkan untuk mengingatkan kepada para kepala daerah hasil pilkada serentak yang baru-baru ini dilantik.
Hal itu perlu dilakukan demi kesinambungan serta penjaminan pengembangan karier Aparatur Sipil Negara (ASN) di masing-masing daerah.
Surat edaran itu mengacu dua undang-undang. Pertama, UU No. 8/2015 tentang Perubahan Atas undang-Undang No. 1/2015 tentang Penetapan Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-Undang, khususnya pasal 162 ayat (03).
“Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan,” demikian bunyi pasal tersebut.
Undang-undang yang kedua, adalah UU No. 05/2014 tentang ASN, khususnya pasal 116. Ayat (1) Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali pejabat tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Untuk penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, menurut ayat (2), dapat dilakuikan setelah mendapat persetujuan Presiden.
“Kami mengimbau kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota agar tidak melakukan penggantian pejabat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan tersebut,” ungkap Yuddy dalam surat edaran yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota seluruh Indonesia.
Surat Edaran MenPAN RB Kabinet Kerja 2024-2019 itu, menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Terlebih baru-baru ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberi sinyal, Kepala Daerah yang baru dilantik dipersilakan melakukan mutasi pejabatnya.
Pernyataan Mendagri itu disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/01/2025). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mempersilakan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 untuk mengganti pejabat di lingkungan pemerintahan yang dipimpinnya usai dilantik.
“Bagi daerah-daerah yang sudah terlanjur (ada pergantian pejabat oleh kepala daerah sebelumnya), nanti ada pejabat baru dan mereka akan mengubah maupun mengganti, otomatis kami akan izinkan,” ujarnya.
Alasan Mendagri memberikan izin kepala daerah baru untuk mengganti pejabat sesuai dengan selera bukan tanpa alasan.
“Kami izinkan supaya kepala daerah ini betul-betul bisa didukung oleh team work yang sesuai satu chemistry (kecocokan) dengan yang bersangkutan. Ini demi sebuah organisasi pemerintahan yang sehat,” ujarnya.(menpan.go.id/kompas.com