Dari empat unit mesin yang tersedia, hanya satu mesin pemipil biji jagung yang beroperasi. Padahal, fasilitas ini digadang-gadang menjadi pusat pengolahan jagung lokal menjadi produk turunan seperti tepung, bihun, dan milidi.
Simalungun|Simantab – Proyek ambisius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun membangun Sentra Pengolahan Jagung di Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, kini menuai sorotan tajam. Fasilitas yang menelan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp3,5 miliar pada 2023 itu dinilai belum memberikan dampak nyata bagi petani setempat.
Wakil Ketua II DPRD Simalungun dari Fraksi Gerindra, Bonauli Rajagukguk, melontarkan kritik keras terhadap kondisi sentra yang dinilai tidak berfungsi optimal. Dari empat unit mesin yang tersedia, hanya satu mesin pemipil biji jagung yang beroperasi. Padahal, fasilitas ini digadang-gadang menjadi pusat pengolahan jagung lokal menjadi produk turunan seperti tepung, bihun, dan milidi.
“Kami sangat menyayangkan. Dengan anggaran sebesar itu, seharusnya masyarakat sudah bisa merasakan manfaat ekonominya. Kenyataannya, belum maksimal,” ujar Bonauli melalui sambungan telepon, Rabu (9/7/2025).
Ia menyebut DPRD akan segera meninjau langsung lokasi sentra, tidak sekadar mengandalkan laporan di rapat dengar pendapat (RDP). “Kami ingin melihat langsung apa yang menjadi kendala, dan merumuskan solusi agar sentra ini benar-benar berfungsi,” tegasnya.
Lebih jauh, Bonauli mempertanyakan sejauh mana sentra ini berdampak terhadap kesejahteraan petani. “Apakah kehadiran fasilitas ini mampu meningkatkan harga panen jagung? Bagaimana mekanisme pengelolaannya?” tanyanya.
Ia menegaskan, optimalisasi sentra sangat penting sejalan dengan program ketahanan pangan nasional, termasuk visi besar Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, melalui program Astacita.
“Kami khawatir Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) setengah hati memanfaatkan dukungan dari pemerintah pusat. Padahal, dari sisi bangunan dan peralatan, sudah tersedia,” ujarnya.
Bonauli juga menyebut banyak petani enggan menyalurkan hasil panennya ke sentra tersebut. Kondisi ini, menurutnya, ironis dan menunjukkan kegagalan dalam membangun kepercayaan publik.
Disperindag Simalungun: Akan Dikonversi Menjadi UPTD
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Simalungun, Eva Tambunan, menyatakan pihaknya tengah merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengaktifkan kembali fungsi sentra jagung. Salah satu solusi yang disiapkan adalah mengubah statusnya menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
“Dengan menjadi UPTD, kami berharap pengelolaan produksi lebih maksimal dan terarah,” ujar Eva.
Ia mengakui bahwa sentra dibangun pada 2023, saat dinas masih dipimpin oleh Leo Lopulisa Haloho. Fasilitas tersebut dirancang sebagai bagian dari Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan target produksi tepung dan bihun berbahan dasar jagung. Namun, hingga kini, mesin-mesin tersebut belum pernah digunakan.
“Saat ini hanya mesin pemipil yang berfungsi. Tenaga pengelola pun hanya lima orang tenaga honorer. Produksinya masih sangat terbatas,” ungkapnya.
Eva menambahkan, pihaknya akan membangun kolaborasi lintas dinas, termasuk dengan Dinas Pertanian, untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan keberlanjutan operasional sentra.
Menurutnya, kehadiran sentra ini sangat potensial untuk membantu petani dalam menghadapi fluktuasi harga dan kesulitan akses pasar. “Sentra ini seharusnya bisa menjadi solusi bagi petani pangan, kebun, hingga hortikultura untuk mengolah hasil panen menjadi barang setengah jadi, sehingga nilai jualnya meningkat,” jelasnya.
Namun, Eva tidak menampik bahwa kondisi fisik bangunan mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Lantai retak dan mengelupas, serta area sekitar yang dipenuhi semak belukar menambah kesan terbengkalai.
“Perlu dilakukan evaluasi lintas dinas untuk membangun kemitraan dan mengoptimalkan fasilitas ini. Harus ada sinergi yang serius agar para petani benar-benar terbantu,” pungkasnya.(putra purba)