Secara prinsip, semua tergugat diharuskan hadir secara langsung dalam mediasi, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi.
Solo|Simantab – Sidang pertama mediasi ijazah Jokowi di Pengadilan Negeri (PN), Rabu (07/05/2025), Kota Solo Jawa Tengah, Jokowi memilih absen dalam sidang mediasi tersebut. Kali ini, sidang beragendakan mediasi.
Seorang Guru Besar di bidang Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Kota Solo, Profesor Adi Sulistiyono, dihadirkan sebagai mediator non-hakim.
Mediasi dimulai dengan pihak penggugat, Muhammad Taufiq, yang mewakili kelompok Ijazah Palsu Usaha Gak Punya Malu (TIPU UGM).
Setelah itu, mediasi dilanjutkan dengan pihak tergugat, yang terdiri dari Jokowi sebagai tergugat I, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo sebagai tergugat II, SMA Negeri 6 Surakarta sebagai tergugat III, serta Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai tergugat IV.
Namun, dalam sidang kali ini, Jokowi, bersama dengan para tergugat lainnya, tidak hadir secara langsung. Hanya diwakili kuasa hukum.
Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait ketidakhadiran Jokowi, yang sebelumnya juga absen dalam sesi mediasi serupa.
Humas PN Solo, Bambang Ariyanto menjelaskan, secara prinsip, semua tergugat diharuskan hadir secara langsung dalam mediasi, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi.
“Pada prinsipnya menurut Perma Nomor 1 Tahun 2016, mediasi Mahkamah Agung harus dihadiri oleh prinsipal,” ujar Bambang Ariyanto.
Meskipun demikian, Bambang juga menambahkan bahwa Pasal 6 dalam peraturan tersebut memberikan pengecualian, di mana prinsipal diperbolehkan diwakilkan oleh kuasa hukum jika terdapat kondisi tertentu seperti sedang melaksanakan tugas negara, sakit, berada di luar negeri, atau dalam pengampuan.
ini menjadi sorotan publik, mengingat absennya Jokowi dalam dua kali mediasi berturut-turut.
Meskipun begitu, proses mediasi gugatan dugaan ijazah palsu Jokowi tetap berjalan, dengan harapan dapat mencapai penyelesaian antara para pihak yang terlibat.
Untuk sidang kedua gugatan ijazah palsu yang dilayangkan terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Kamis (08/05/2025).
Sidang kedua ini menghasilkan sejumlah ketetapan akan adanya mediasi lanjutan setelah mediasi sebelumnya tidak mencapai kesepakatan.
“Menetapkan, satu, memerintahkan dua pihak dalam perkara untuk menempuh mediasi,” kata Hakim Ketua Putu Gde Hariadi dalam sidang di PN Surakarta, dikutip dari YouTube PN Surakarta.
Lantas, ia melanjutkan pembacaan keputusan mengenai mediator yang dipilih untuk perkara ini dalam mediasi selanjutnya.
“Dua, menunjuk Saudara Agus Darwanta, mediator bersertifikat yang beralamat di PN Surakarta dengan mediator dalam perkara,” ucapnya.
Sebelumnya, majelis hakim menawarkan kepada penggugat maupun tergugat mengenai mediator yang akan dipilih dalam mediasi selanjutnya.
Dipantau dari YouTube PN Surakarta, penggugat dan tergugat sepakat untuk memilih mediator hakim dan menyerahkan keputusan kepada majelis hakim dalam sidang tersebut.
Selain itu, penyelesaian perkara dalam mediasi merupakan win-win solution (kedua pihak menang).
“Kedua-duanya merasa menang, kedua-duanya dapat menerima semua keadaan berdasarkan kesepakatan mereka masing-masing,” kata hakim ketua.
Dilansir Kompas.tv sebelumnya, mediasi yang dilakukan oleh kedua pihak dengan mediator dari luar PN Surakarta atau nonhakim, yakni Profesor Adi Sulistiyono yang merupakan Guru Besar di bidang Keperdataan, bidang keahlian Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, tidak mencapai kesepakatan.
“Untuk dinyatakan tidak terjadi adanya suatu kesepakatan atau deadlock. Namun demikian, Prof. Adi selaku mediator membutuhkan waktu 1 minggu untuk dituangkan dalam bentuk resume atau berita acara mediasi,” ujarnya setelah mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Solo.
Dalam perkara ini, gugatan diajukan oleh Muhammad Taufiq, yang mengatasnamakan kelompok Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM).
Sementara itu, empat tergugat meliputi Jokowi sebagai tergugat I, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo sebagai tergugat II, SMA Negeri 6 Surakarta sebagai tergugat III, dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai tergugat IV.(*)