Yang membuat geram, pungutan ini dibungkus dengan istilah “Ucapan Terima Kasih” (UTK) kepada pihak sekolah.
Simalungun|Simantab – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Sebanyak 18 dari 19 Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, diduga terlibat praktik pungutan liar (pungli) kepada siswa kelas 6 yang baru lulus. Mirisnya, biaya sebesar Rp200.000 hingga Rp250.000 dipatok demi selembar Surat Keterangan Lulus (SKL) — dokumen penting untuk melanjutkan ke jenjang SMP.
Yang membuat geram, pungutan ini dibungkus dengan istilah “Ucapan Terima Kasih” (UTK) kepada pihak sekolah. Praktik ini dilaporkan sudah berjalan sejak awal Juni 2025, menyisakan beban moril dan materiil bagi para orang tua siswa.
Dalih “Terima Kasih” Ternyata Disepakati Sekolah dan Komite
Saat dikonfirmasi, Kepala SD Negeri 096770 Pamatang Sidamanik, Juliana, sempat menyangkal keterlibatan pihak sekolah. Namun, pengakuannya berubah setelah ditelusuri lebih lanjut.
“Memang awalnya ada rapat antara sekolah dan komite. Diputuskan siswa yang lulus membayar Rp250.000,” ucap Juliana, Selasa (25/06/2025). Ia juga mengakui adanya variasi nominal yang dibayar, tergantung kesanggupan orang tua.
Pengakuan tersebut memunculkan pertanyaan besar tentang transparansi dan validitas “kesepakatan” tersebut. Apalagi, banyak orang tua merasa tidak punya pilihan selain membayar agar anaknya tidak tertahan dalam proses pendaftaran ke jenjang selanjutnya.
Dinas Pendidikan Kaget dan Menyanggah: Kami Melarang!
Menanggapi dugaan pungli ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Sudiahman Saragih, mengaku terkejut.
“Kami tidak pernah merestui pungutan semacam itu. Bahkan kami telah mengeluarkan surat edaran resmi yang melarang adanya pungutan dalam proses Penerimaan Siswa Baru (PSB),” tegasnya, Rabu (26/06/2025).
Surat edaran yang dimaksud bernomor: 400.3/948/2025, berlaku untuk seluruh sekolah di Simalungun. Sudiahman juga berjanji akan menurunkan tim untuk menyelidiki dugaan ini dan menegaskan bahwa sekolah wajib mengembalikan uang jika terbukti melakukan pungli.
Pengamat Pendidikan: Ini Bukan Ucapan Terima Kasih, Tapi Jerat Hukum!
Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Muhammad Rizal Hasibuan, menilai bahwa dalih “kesepakatan” tidak bisa digunakan untuk melegalkan pungutan yang bersifat memaksa.
“Jika pungutan dilakukan tanpa memberikan alternatif kepada orang tua dan bersifat wajib, maka itu sudah masuk kategori pungli,” tegas Rizal.
Ia memperingatkan, praktik seperti ini bisa dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Apalagi jika disertai unsur paksaan, atau tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Rizal mendesak Inspektorat Simalungun segera melakukan audit investigatif.
“Jika ada oknum yang terbukti melakukan pungli, harus diberikan sanksi administratif maupun pidana sesuai aturan,” ujarnya.
Alarm Bahaya bagi Dunia Pendidikan
Kasus dugaan pungli SKL ini dinilai sebagai indikasi lemahnya pengawasan dan minimnya sosialisasi aturan mengenai pungutan di sekolah. Rizal menegaskan, penindakan harus nyata dan tegas, bukan hanya sekadar pernyataan.
“Pendidikan seharusnya jadi jalan terang, bukan beban tambahan. Jika tidak segera ditangani serius, praktik semacam ini akan terus berulang dan menormalisasi pungli dalam sistem pendidikan kita,” pungkasnya.(putra purba)