Sosialisasi door-to-door bukan tanpa dasar. Pihaknya mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Pematangsiantar|Simantab – Efektivitas metode sosialisasi program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dijalankan Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar menuai perbincangan.
Pendekatan door-to-door yang dipilih menjadi sorotan, terutama ketika dibandingkan dengan Kabupaten Simalungun yang memiliki cakupan wilayah lebih luas namun diklaim mampu menjangkau masyarakatnya secara efektif. Hal ini memicu pertanyaan mengenai pilihan strategi dan potensi efisiensi anggaran.
Kekhawatiran dengan alasan, metode dari pintu ke pintu di setiap kelurahan maupun kecamatan Pematangsiantar kurang efektif dan berpotensi memicu pembengkakan pengeluaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) atau uang transport bagi ASN yang ditugaskan.
Namun, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Perindag) Pematangsiantar, Herbet Aruan membantah, anggapan tersebut dan memberikan penjelasan komprehensif.
Menurut Herbet, pilihan metode sosialisasi door-to-door bukan tanpa dasar. Pihaknya mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
“Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih diawali dengan Musyawarah Desa Khusus atau Musyawarah Kelurahan Khusus untuk menentukan model pembentukan koperasi, apakah itu pendirian, pengembangan, atau revitalisasi. Ini membutuhkan pemahaman mendalam dan personal bagi calon penerima manfaat,” jelas Herbet, Kamis (22/05/2025).
Ia mengatakan, program ini memiliki detail teknis dan persyaratan khusus yang kami rasa lebih efektif jika disampaikan secara langsung dan personal.
“Ini untuk memastikan informasi diterima dengan utuh dan menghindari kesalahpahaman. Metode ini juga bertujuan menjangkau pelaku usaha atau masyarakat yang mungkin tidak memiliki akses terhadap informasi melalui media massa atau pertemuan umum berskala besar,” tuturnya.
Menariknya, Herbet Aruan justru mengklaim, Pematangsiantar berada pada tahap yang lebih maju dibandingkan Simalungun dalam implementasi program ini.
“Yang dilakukan di Simalungun itu masih tahap sosialisasi awal. Itu sudah kami lakukan sekota Siantar, digabung semuanya dua minggu yang lalu. Jadi kami udah lebih cepat ini sekarang, sudah masuk tahap musyawarah kelurahan dan pembentukan pengurus,” tegasnya.
Hingga saat ini, Herbet menyebutkan musyawarah kelurahan telah tuntas di dua kecamatan, yakni Siantar Martoba dan Marihat, yang mencakup 14 kelurahan.
“Hari ini sedang berlangsung di 4 kelurahan lagi. Kami upayakan berhasil, satu kelurahan satu koperasi. Target kami paling lambat Juni awal ini sudah tuntas semua dari total 53 kelurahan,” ujarnya optimis.
Terkait kekhawatiran pemborosan anggaran SPPD, Herbet Aruan menegaskan komitmen pada transparansi dan akuntabilitas.
“Setiap perjalanan dinas dan penggunaan anggaran transportasi harus disertai dengan laporan dan bukti yang jelas, tapi pelaksanaan muskel (musyawarah kelurahan) ini, gak ada anggaran. Kalau dari kami gak ada,” ungkap Herbet.
Mengenai sumber pendanaan untuk pelaksanaan musyawarah kelurahan, Herbet menjelaskan bahwa tidak ada anggaran khusus dari APBD yang dialokasikan melalui dinasnya.
“Itu lurah sama camat lah yang mengkoordinasikan dan memfasilitasi di kelurahannya. Karena kan pengundangnya lurah untuk musyawarah kelurahan,” paparnya.
Hal ini dikonfirmasi oleh Camat Siantar Martoba, Rilan Syakban Pohan menuturkan, di wilayahnya sudah ada 7 kelurahan yang membentuk koperasi.
Mengenai detail pengeluaran, Rilan tidak merinci jumlah dengan pasti.
“Kami hanya fasilitasi snack dan spanduk dari kecamatan, dananya dari pos anggaran makan minum rutin,” tuturnya saat dikonfirmasi.
Proses musyawarah kelurahan ini, lanjut Rilan, bertujuan untuk mencapai kesepakatan mendirikan Koperasi Merah Putih, membentuk kepengurusan, dan menentukan jenis usaha yang akan dijalankan sesuai dengan petunjuk teknis.
Door-to-Door Efektivitas atau Pemborosan?
Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik dan Politik (PUSTAKA) Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, Rindu Erwin Marpaung, memberikan pandangan akademis terkait pemilihan metode sosialisasi.
Menurutnya, metode door-to-door memiliki kelebihan dalam konteks tertentu, namun juga keterbatasan jika diterapkan secara tunggal untuk semua jenis program.
“Metode ini (door-to-door) bisa sangat efektif untuk program yang sangat spesifik dan membutuhkan interaksi personal. Terlebih jika diperlukan penjelasan detail dan dialog langsung, untuk memastikan pemahaman yang komprehensif oleh target sasaran,” ujar Rindu.
Ia menilai, untuk program pembentukan koperasi yang memiliki aspek teknis dan persyaratan khusus seperti yang dijelaskan Kadisperindag, pendekatan personal ini bisa jadi relevan untuk memastikan calon anggota benar-benar paham.
“Bergantung sepenuhnya pada door-to-door mungkin kurang efisien dari segi waktu dan biaya. Dalam kasus seperti itu, kombinasi berbagai metode, termasuk pemanfaatan teknologi informasi, media massa, dan pertemuan kolektif atau forum-forum warga, mungkin akan lebih optimal,” katanya.
Rindu menyarankan agar Pemerintah Kota Pematangsiantar terus melakukan evaluasi terhadap metode sosialisasi yang diterapkan.
“Penting untuk memastikan setiap program tidak hanya sampai informasinya, tetapi juga tepat sasaran dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dengan penggunaan anggaran yang seefisien mungkin. Belajar dari keberhasilan daerah lain seperti Simalungun, sambil tetap menyesuaikan dengan kondisi lokal dan karakteristik program, bisa menjadi kunci optimalisasi program-program pemerintah ke depan,” ujar Rindu.(putra purba)