Target awal pelaksanaan tahun ajaran 2025/2026 terpaksa mundur menjadi 2026/2027.
Pematangsiantar|Simantab – Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar menunjukkan komitmen mendukung program Sekolah Rakyat gagasan Presiden RI Prabowo Subianto, yang ditujukan untuk anak-anak putus sekolah dan terlantar. Namun, meski lahan telah disiapkan, sejumlah tantangan teknis masih membayangi, terutama soal tenaga pengajar dan perbaikan fasilitas.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial P3A Pematangsiantar, Risbon Sinaga, mengatakan usulan resmi sudah diajukan ke Kementerian Sosial (Kemensos) dan kini menunggu keputusan. Target awal pelaksanaan tahun ajaran 2025/2026 terpaksa mundur menjadi 2026/2027.
“Lahan sudah kami tentukan, ada surat dari wali kota, bahkan sudah ditinjau langsung Kemensos. Mudah-mudahan terealisasi,” ujar Risbon, Selasa (12/8/2025).
Lokasi yang dipilih adalah bekas Gedung SDN 125538 di Jalan Bendungan, Kelurahan Aek Nauli, Kecamatan Siantar Selatan, di atas lahan seluas 2,5 hektare. Pemko hanya menyediakan lahan, sementara pembangunan gedung, asrama, dan fasilitas akan menggunakan APBN melalui Kemensos.
Pada tahap awal, sekolah ini direncanakan memiliki tiga kelas berkapasitas total 75 siswa, dengan penambahan tiga kelas setiap tahun hingga mencapai sembilan kelas. Calon siswa diambil dari Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), dengan prioritas anak-anak tanpa orang tua yang diasuh keluarga. Anak penerima Program Keluarga Harapan (PKH) tidak termasuk sasaran.
Pengamat: Jangan Hanya Bangunan, Pendampingan Anak Kunci Sukses
Pengamat sosial Agus Suriadi menilai langkah Pemko positif, tetapi berisiko jika hanya mengandalkan pusat.
“Ketergantungan ini bisa jadi pedang bermata dua. Beban daerah memang ringan, tapi kalau dana pusat terlambat, program ikut tersendat,” ujarnya.
Agus juga menyoroti risiko salah sasaran jika data DTSEN tidak akurat, dan mengingatkan bahwa penyebab anak putus sekolah tak hanya karena yatim piatu, tapi juga kemiskinan ekstrem atau lingkungan tidak mendukung.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya pendampingan sosial dan psikologis, karena anak-anak dari latar belakang kompleks membutuhkan dukungan emosional untuk kembali bersemangat belajar.
Agus menyarankan agar Pemko tidak hanya mengandalkan guru dari pusat, tetapi juga memberdayakan pekerja sosial dan relawan lokal yang paham kondisi masyarakat Pematangsiantar.
“Program ini harus dirancang komprehensif, bukan sekadar proyek fisik. Kalau dijalankan dengan matang, ini bisa benar-benar mengubah masa depan anak-anak Pematangsiantar,” tutupnya.(putra purba)