Target satu juta orang dilayani sampai akhir tahun, tapi hingga saat ini baru sekitar 9.978 yang sudah menerima layanan, dari total 11.118 yang mendaftar.
Simalungun|Simantab – Empat bulan berjalan sejak diluncurkan pada 10 Februari 2025, capaian Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Kabupaten Simalungun masih jauh dari target ambisius: satu juta penerima layanan hingga akhir tahun. Dinas Kesehatan Simalungun mengakui berbagai kendala menjadi penyebab rendahnya realisasi.
“Target kami satu juta orang dilayani sampai akhir tahun, tapi hingga saat ini baru sekitar 9.978 yang sudah menerima layanan, dari total 11.118 yang mendaftar,” kata Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Simalungun, Rosman Saragih, saat ditemui Selasa (03/06/2025).
Rosman menjelaskan, konsep CKG menekankan pada deteksi dini untuk mencegah penyakit sebelum berkembang lebih parah. Namun, realisasi di lapangan belum maksimal. Kendala utama datang dari keterbatasan sumber daya manusia dan sarana prasarana di fasilitas kesehatan, terutama di luar Puskesmas.
Fokus di Puskesmas, Pendaftaran Digital Disederhanakan
Program CKG yang awalnya hanya dapat diakses melalui aplikasi Satu Sehat Mobile, WhatsApp, atau saat ulang tahun peserta, kini diperlonggar. Warga cukup datang ke Puskesmas kapan saja untuk mendaftar dan diperiksa langsung.
“Karena ternyata tidak semua masyarakat paham soal digital, sekarang difokuskan pencatatan langsung di aplikasi oleh petugas saat masyarakat datang ke Puskesmas,” jelas Rosman.
Jenis pemeriksaan yang tersedia masih terbatas pada penyakit tidak menular seperti kolesterol, gula darah, dan asam urat. Pemeriksaan HIV atau kanker belum dilakukan karena keterbatasan alat dan tenaga medis.
Pengamat: CKG dan MBG adalah Pilar SDM Unggul
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Tunggul Sihombing, menilai CKG merupakan langkah strategis dalam membentuk sumber daya manusia unggul di masa depan. Program ini juga selaras dengan Makan Bergizi Gratis (MBG), yang sama-sama ditujukan untuk kelompok rentan seperti anak sekolah, ibu hamil, balita, hingga lansia.
“CKG dan MBG itu punya benang merah yang sama: membentuk SDM yang sehat, cerdas, dan kompetitif,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan dampak dari program ini tidak bisa dilihat dalam waktu singkat. “Diperlukan konsistensi dan waktu panjang, serta integrasi kebijakan lintas sektor,” ujarnya.
Tantangan: Kesiapan BPJS dan Ketimpangan Layanan
Tunggul menyoroti potensi lonjakan kunjungan masyarakat ke fasilitas kesehatan setelah menjalani CKG. Hal ini bisa membebani BPJS Kesehatan jika tidak disiapkan dengan matang. Selain itu, kategori penyakit yang tidak ditanggung BPJS juga menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat.
“Perlu kebijakan terintegrasi antara layanan pencegahan dan pengobatan, agar beban tidak jatuh ke masyarakat,” ujarnya.
Ia juga mengkritisi ketimpangan layanan kesehatan di Simalungun dan daerah lain, serta menyarankan pembentukan klinik-klinik regional sebagai solusi jangka menengah.
“Klinik yang bisa melayani beberapa desa dalam satu radius tertentu bisa menjembatani kesenjangan ini,” pungkasnya.
Meski belum sesuai harapan, Dinas Kesehatan Simalungun tetap optimis. Rosman berharap program CKG dapat terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya.
“Konsep terbaik adalah pencegahan. Ini bukan hanya soal pengobatan, tapi menjaga yang sehat tetap sehat,” tutupnya.(putra purba)