Vaksin Diperdagangkan Ulah Bawahan Jokowi Meraup Uang

Jakarta – Ekonom Senior Faisal Basri Batubara menilai vaksin gotong royong dan berbayar kepada individu yang semula diluncurkan programnya hari ini adalah ulah para bawahan Presiden Jokowi yang bermaksud meraup uang lewat praktik rente.

Hal itu disampaikan Faisal saat menjadi pembicara dalam diskusi daring yang digelar BEM Fakultas Kedokteran UI dengan tajuk ‘Evaluasi dan Rekomendasi Kebijakan Penanganan Pandemi di Indonesia’ pada Senin, 12 Juli 2021. 

Menurut Faisal, vaksinasi di Indonesia meski lebih baik dibanding Filipina dan lebih jelek dari Malaysia, tetapi ketersediaan vaksin masih terbatas. Semua negara bersaing untuk mendapatkannya. 

“Jadi stok terbatas. Selama stok terbatas tidak boleh dikomersialisasikan, tidak boleh. Saya dengan berat hati mengatakan itu biadab, gitu ya. Karena harusnya, teman-teman FK kan sudah tahu ya, distribusi vaksin ini kan berdasarkan risiko. Karena nyawa nomor satu,” ungkapnya.

Dia menyebut, risiko kematian paling tinggi saat ini adalah para orangtua yang komorbid, orangtua di atas 60 tahun, dan orang yang bekerja melayani publik. 

Kondisi ini kemudian dirusak manakala barang publik (vaksin) dijadikan barang privat, dimana PT Kimia farma dibolehkan menjual kepada individu atau perorangan. 

“Jadi, vaksin mandiri saja sudah sesat kan. Jadi tidak ada yang namanya vaksin mandiri.  Vaksin mandiri itu kan tadinya, awalnya pemerintah itu menargetkan 30 persen dibiayai APBN, sisanya mandiri. Dan kita protes, lantas Pak Jokowi pidato di YouTube mengatakan (vaksin) untuk seluruh masyarakat gratis,” ungkapnya.

Oleh karena itulah rekomendasi saya adalah jadikan pure public  good, tidak ada istilah gotong royong

Faisal menilai kegaduhan dengan niat memperdagangkan vaksin, merupakan upaya dari para bawahan Presiden Jokowi untuk meraih peluang dan meraup uang.

“Tapi ini bawahan-bawahannya main-main terus gitu ya untuk menciptakan peluang baru, buat BUMN-BUMN meraup uang lewat praktik rente ini, keluarlah gotong royong,” tukasnya. 

Apalagi yang mengkoordinir vaksin gotong royong adalah kamar dagang dan industri (Kadin). “Anda bisa tahu sendiri kadin ini ya kriterianya bukan risiko ya, tapi siapa punya uang banyak itu yang duluan,” beber Faisal. “Jadi yang saya katakan biadab,” sambungnya. 

Dikatakan, perusahaan-perusahaan yang memiliki uang banyak bisa mendapat vaksin gotong royong, sedangkan UMKM tidak bisa karena kemahalan untuk membayarnya.

“Oleh karena itulah rekomendasi saya adalah jadikan pure public  good, tidak ada istilah gotong royong. Sebetulnya istilahnya juga salah ya, itu bukan gotong royong. Itu gotong royong kalau perusahaan-perusahaan besar, Kimia Farma bagian dari CSR-nya masukkan uang ke paket pemerintah, nah kemudian Kimia Farma membantu semua apotek-apoteknya itu membuka fasilitas vaksinasi, itu baru keren,” sebut Faisal.

Faisal mengingatkan, Kimia Farma dan perusahaan-perusahaan obat adalah industri yang paling menikmati krisis saat ini. 

Pertumbuhan industri kimia dan farmasi sebesar 11,1 persen pada triwulan 1 tahun ini, lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun 2020, yakni 10 persen.

“Jadi mereka sudah menikmati. Nikmat apalagi yang mereka hendak inginkan dengan cara memperdagangkan vaksin,” tandasnya. [] 

Iklan RS Efarina