Toba – Risma boru Sitorus, istri dari Selamat Sianipar (45), warga Desa Sianipar Bulu Silape, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba, yang dianiaya masyarakat karena diduga terpapar Covid-19 menuturkan kronologis kejadian yang dialami suaminya.
Peristiwa pemukulan berlangsung pada Kamis, 22 Juli 2021. Videonya kemudian viral di media sosial.
Simantab kemudian mendapatkan pengakuan Risma kepada DPP Pemuda Batak Bersatu dalam bentuk rekaman pembicaraan dari grup WA World Batak Forum, Minggu (25/7/2021). Isinya kronologis kejadian.
Menurut Risma, seperti yang dia ungkapkan kepada Rajagukguk, pengurus DPP PBB yang menelponnya, menyebut semula pada Senin (19/7/2021) lalu, dia masih bertemu dengan suaminya.
Pada keesokan harinya, Selamat mengaku flu dan sakit kepala. Lalu dia pergi ke sebuah klinik di sekitar Sitoluama Del. Di sana petugas melakukan pemeriksaan dengan swab antigen.
Setelah itu, petugas menyebut Selamat positif terpapar covid. Berdasarkan itu, terang Risma, petugas medis melaporkan ke Kepala Desa Sianipar Bulu Silape.
Selanjutnya kepala desa menghubungi Risma, yang saat itu sedang ‘marhobas’ atau gotong royong karena besoknya akan ada pesta di kampung mereka.
Kades menyebut agar Risma pulang dan menutup semua rumah. Karena suami Risma, yakni Selamat positif covid berdasarkan laporan petugas klinik.
“Hona covid halletmu. Dang boi ibana masuk tu jabu (Kena covid suamimu tak bisa dia masuk rumah),” kata kades tersebut seperti diceritakan Risma.
Ini Rekaman Pengakuan Risma Sitorus:
Kades bersikukuh Selamat tidak boleh diisolasi di rumah dan harus diisolasi ke ‘harangan‘ atau hutan. Risma sempat bertanya apakah tidak bisa di sekitar kampung, kades ngotot harus di hutan.
“Memang ditaruhon hami do tu harangan, dilengkapi hami do sude (Akhirnya kami antar ke hutan dan kami bekali),” tutur Risma.
Karena tidak betah di hutan, Selamat pulang ke rumah. Alasan lainnya di sana banyak hantu dan dia tak merasa nyaman.
Mengetahui Selamat pulang, kades datang. “Nga hudok di harangan, boasa mulak (Sudah kubilang di hutan kenapa pulang),” hardik kades saat itu.
“Didia ma betah amang, di harangan do dibaen hamu nikku (Manalah betah dia di hutan),” ujar Risma.
Akhirnya diputuskan Selamat diisolasi di sebuah kandang lembu. Risma dan keluarga pun berjanji mengantar makan dan minumnya.
Pengakuan Risma, sejak pulang dari hutan, kondisi Selamat stres. Bicaranya seperti ngawur.
Besoknya saat ada pesta di kampung, Selamat meminta makan. Risma datang mengantar makan dan memberinya susu.
“Tangiangkon hamu jo au, lao mate nama ahu, dang diriku au (Doakan aku, seperti mau mati kurasa, bukan diriku lagi ini),” begitu kata Selamat kepada istrinya.
“Soadong sesak ho, so adong batuk ho, boado songoni nikku. Sabar joho 10 ari nama asa bebas (Tak ada kau batu dan sesak, kenapa begitu. sabarlah dulu 10 hari lagi kau bebas),” kata Risma.
“Dang tahan au dison, dang tahan (Tak tahan aku di sini, tak tahan),” kata Selamat yang kemudian memeluk Risma saat itu.
Karenanya warga meminta Risma diperiksa karena diduga ikut terpapar. Risma tak jadi diperiksa karena peralatan di kampung tersebut tidak lengkap.
Selamat kemudian akhirnya sering keluar masuk rumah dan keliling kampung karena tak tahan diisolasi di kandang hewan.
Warga yang merasa resah kemudian menangkap dan mengikatnya hingga dipukuli.
Saat akan dibawa ke rumah sakit karena warga sudah menghubungi petugas, Selamat berhasil kabur setelah berdalih mau buang air kecil.
Warga berusaha mencari namun tidak berhasil. Dia kabur ke arah hutan. Keesokan harinya dia ditemukan dengan kondisi tidak bisa berdiri.
“Nga bongkak sude na dipasaknai, iboan kami ma tu rumah sakit HKBP di Porsea (Sudah bengkak semua badannya akibat dipukuli),” kata Risma sedih.[]