“Jika wali kota menepati janjinya, dia akan menjadi pahlawan rakyat. Tapi jika dilanggar, ini bisa jadi dasar pemakzulan dan jalur hukum.”
Pematangsiantar|Simantab – Polemik kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) hingga lebih dari 1.000 persen akhirnya berakhir. Wali Kota Pematangsiantar, Wesly Silalahi, resmi menandatangani pakta integritas yang membatalkan kebijakan tersebut.
Keputusan ini dianggap sebagai kemenangan besar bagi rakyat, setelah sebelumnya menjadi tuntutan utama dalam aksi solidaritas di depan Gedung DPRD Pematangsiantar pada Senin (1/9/2025).
Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Henry Sinaga, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menilai pembatalan kenaikan NJOP merupakan hasil perjuangan panjang sejak 2021.
“Ini adalah kemenangan rakyat Pematangsiantar,” tegas Henry, Rabu (3/9/2025).
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk terus mengawal janji itu. “Jika wali kota menepati janjinya, dia akan menjadi pahlawan rakyat. Tapi jika dilanggar, ini bisa jadi dasar pemakzulan dan jalur hukum,” tambahnya.
Pandangan senada disampaikan Robert Tua Siregar. Menurutnya, pembatalan ini menjadi bukti suara rakyat akhirnya didengar setelah lima tahun polemik. “Pakta integritas ini harus segera ditindaklanjuti lewat Peraturan Wali Kota yang transparan dan dapat diakses publik,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Centre Development Rural and Urban Planning Area itu menekankan pentingnya kajian mendalam terhadap zonasi NJOP agar kebijakan yang lahir rasional dan tidak membebani warga.
Solusi Instan yang Berulang
Di sisi lain, pengamat ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, menilai fenomena kenaikan NJOP drastis di berbagai daerah merupakan tanda kegagalan pemerintah daerah menggali sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain pajak.
“Ini seperti solusi instan. Karena gagal memaksimalkan potensi PAD lain, beban akhirnya dilimpahkan ke masyarakat,” jelasnya.
Gunawan menegaskan pembatalan ini harus menjadi momentum bagi Pemko Pematangsiantar untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah. Ia menyarankan kajian komprehensif, transparansi, serta diversifikasi sumber PAD agar tidak hanya bergantung pada PBB.
“Pajak harus rasional dan proporsional. Masyarakat lebih mudah menerima kenaikan jika melihat hasil nyata dari pajak yang mereka bayar,” pungkasnya.
Kemenangan rakyat ini menjadi pengingat bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia tentang pentingnya tata kelola yang transparan dan berpihak pada publik.(Ronal Sibuea)