Jakarta – Sebelumnya pada 27 Agustus 2021, Pemerintah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, telah menerapkan kebijakan penghentian aktivitas masjid Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kabupaten Sintang.
Kejadian memilukan ini berlanjut hingga 3 September 2021, dengan munculnya sekelompok orang yang mengatasnamakan diri Aliansi Umat Islam yang lantas melakukan vandalisme dengan melakukan pengrusakan masjid.
Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam tersebut melakukan tindakan keji dengan memporak-porandakan masjid yang telah disegel, dan nahasnya pengrusakan ini disaksikan personel aparat Kepolisian dan TNI setempat.
Atas kejadian ini, anggota Jemaat Ahmadiyah yang di dalamnya juga terdiri dari perempuan dan anak-anak kini berada dalam kondisi ketakutan, serta terancam keamanan dan keselamatan jiwanya.
Sebelumnya, Aliansi Umat Islam menyatakan menolak keberadaan JAI dengan dalih MUI telah menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Untuk kesekian kali, fatwa ini digunakan oleh kelompok intoleran melakukan persekusi dan kekerasan terhadap Ahmadiyah.
“Kami berpendapat, bahwa praktik diskriminasi dan persekusi ini tidak dapat dibenarkan sama sekali baik secara konstitusi maupun aturan hukum yang berlaku,” kata Muhamad Isnur dari YLBHI yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, dalam siaran pers, Jumat (3/9/2021).
Mendesak MUI Pusat mencabut fatwa tentang Ahmadiyah
Kejadian nahas ini kata dia, justru mencederai amanat konstitusi UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana setiap orang diakui dan dilindungi hak kebebasan beragamanya.
Atas peristiwa tersebut, Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, tukas Isnur mengutuk keras tindakan perusakan masjid dan properti milik JAI tersebut. Tindakan yang dilakukan jelas melanggar hukum, Hak Asasi Manusia, dan melecehkan institusi penegakan hukum itu sendiri.
“Sangat menyesalkan tindakan aparat kepolisian yang membiarkan tindakan tersebut tanpa mampu mencegah secara maksimal,” katanya. “Ini menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi dan menjamin keamanan dan keselamatan warganya,” imbuh Isnur.
Dengan ini pihaknya mendesak Kapolri segera mencopot Kapolres dan Wakapolres dari jabatannya, serta memeriksa dan memberikan sanksi setiap aparat yang tidak melaksanakan kewajiban dan tugasnya dengan benar.
Jaringan advokasi juga mendesak aparat keamanan untuk menangkap para pelaku perusakan dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku, meminta aparat keamanan untuk menjamin keamanan dan keselamatan warga JAI di Sintang serta memastikan semua warga JAI terutama perempuan dan anak-anak tidak mengalami kekerasan dalam bentuk apapun.
“Mendesak MUI Pusat mencabut fatwa tentang Ahmadiyah. Karena selama ini fatwa tersebut selalu dijadikan dasar tindak kekerasan terhadap Ahmadiyah di berbagai tempat. Mendesak Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung untuk mencabut SKB tahun 2008 tentang Ahmadiyah. Karena dalam implementasinya SKB tersebut selalu dianggap sebagai dasar pelarangan aktivitas Ahmadiyah terutama oleh pemerintah daerah,” pungkasnya. []