Laporan ini terkait dugaan pelanggaran dalam proses perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk tahun 2024 dan yang sedang berjalan untuk tahun 2025.
Simalungun|Simantab – Sejumlah organisasi masyarakat sipil terdiri dari Gemapsi, Gerpaktahan, dan DPC JAMAN Kabupaten Simalungun melaporkan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Simalungun, Jonni Saragih, ke Polres Simalungun, Senin (28/04/2025).
Laporan ini terkait dugaan pelanggaran dalam proses perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk tahun 2024 dan yang sedang berjalan untuk tahun 2025.
Ketua Gerakan Pemuda Anti Korupsi Transparansi Pemerintahan (Gerpaktahan), Hotlan Purba menuturkan, BKPSDM Kabupaten Simalungun selaku panitia seleksi PPPK diduga lalai dalam pengawasan.
Kelalaian ini disinyalir mengakibatkan banyaknya tenaga honorer yang belum memenuhi masa kerja minimal dua tahun. Bahkan diduga, ada menggunakan dokumen persyaratan palsu, berhasil lolos tahap administrasi dan bahkan telah dilantik menjadi PPPK.
“Dari hasil investigasi tim pencari fakta kami, ada indikasi kuat pemalsuan dokumen persyaratan. Tujuannya diduga untuk memanipulasi masa kerja menjadi genap dua tahun atau bahkan menggunakan SK honorer fiktif,” ujar Hotlan Purba saat dikonfirmasi.
Ia menambahkan, banyak nama yang lolos PPPK diragukan masa kerjanya sebagai tenaga honorer.
Salah satu indikasi pemalsuan dokumen, diduga berupa penambahan masa kerja atau pembuatan Surat Keputusan (SK) honorer fiktif, yang terindikasi terjadi di Dinas Pendidikan dan Kesehatan.
“Hasil temuan, sudah kami laporkan ke Polres Simalungun, dalam hal ini yang dilaporkan adalah kepala BKPSDM Kabupaten Simalungun. Sebelumnya, permasalahan ini sudah kami laporkan kepada Bupati Simalungun,” ujarnya.
Menambahkan, Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Gemapsi), Anthony Damanik, menyoroti adanya kejanggalan lain. Sejumlah honorer dari Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, dan Dispenda yang dinyatakan lulus justru ditempatkan di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
“Data yang kami sampaikan ke bupati, ada 57 orang, dan masih akan bertambah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Anthony menyayangkan nasib sejumlah honorer di Satpol PP yang telah mengabdi selama lima hingga tujuh belas tahun dan memiliki sertifikasi sesuai bidang tugas, namun justru tidak lulus seleksi PPPK.
Hal ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Nomor 347 Tahun 2024 tentang mekanisme seleksi PPPK, yang pada diktum ketujuh menyatakan, setiap pelamar wajib memiliki pengalaman di bidang kerja yang sesuai dengan kompetensi tugas dan jabatan.
“Kami berharap Polres Simalungun dapat segera menindaklanjuti laporan ini,” ujar Anthony.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala BKPSDM Kabupaten Simalungun, Jonny Saragih mengaku, belum mengetahui adanya laporan ke pihak kepolisian. Namun, ia membenarkan adanya beberapa honorer yang mengundurkan diri karena tidak memenuhi persyaratan administrasi.
“Mereka mundur setelah mengakui kelengkapan administrasi tidak sesuai,” kata Jonny melalui pesan singkat.
Jonny menjelaskan, proses pelamaran PPPK dilakukan secara daring dan penentuan persyaratan peserta melibatkan beberapa instansi terkait, termasuk pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing.
Pimpinan OPD yang menentukan apakah seorang tenaga non-ASN telah memiliki masa kerja sesuai ketentuan sebagai syarat peserta PPPK.
“Saran kami (BKPSDM), jika ada yang merasa dirugikan atau merasa ada yang diuntungkan secara tidak benar, silakan melakukan pengaduan. Kami melakukan tahapan penetapan PPPK ini sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Lebih lanjut, Jonny mengatkan, pihaknya akan melakukan klarifikasi kepada instansi terkait jika ada pengaduan yang masuk dan akan mengusulkan pembatalan kelulusan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) jika terbukti adanya pelanggaran. Ia menekankan, kewenangan pengesahan kelulusan dan pengangkatan PPPK sepenuhnya berada di tangan BKN.
“Seleksi atau penataan tenaga non-ASN itu dilakukan dengan mempedomani petunjuk teknis. Setiap peserta memiliki akun daring untuk melihat pengumuman, sebagai bentuk transparansi,” jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Hukum, Charles Gultom berpendapat, memberikan keterangan atau memanipulasi data PPPK dapat melanggar hukum pidana. Namun, ia menilai bahwa secara teknis, proses yang dilakukan di Pemkab Simalungun sejauh ini tidak bermasalah karena tes seleksi menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) yang sulit dimanipulasi.
“Karena tesnya berbentuk CAT, itu tidak bisa di tukangi, Jikapun ada bukti kuatnya. harus diproses dan masuk dalam hukum pidana, dengan dalih menempatkan atau mempergunakan kewenangan jabatannya. Namun saya rasa secara teknis yang dilakukan di Pemkab Simalungun tidak ada masalah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Simalungun (USI) juga menekankan, jika ada bukti kuat penyalahgunaan wewenang jabatan, hal tersebut harus diproses sesuai hukum pidana. Namun, ia juga berpendapat bahwa secara teknis, pelaksanaan PPPK di Pemkab Simalungun tidak ada masalah.
“Keterangan yang tidak benar, yang dilanggar tentu hukum pidana, karna memberikan atau memanipulasi data PPPK, tetapi di Simalungun tidak ada masalah sejauh ini, karena itu tidak bisa dipermainkan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Simalungun, AKP Verry Purba, memberikan keterangan resmi terkait laporan yang dilayangkan oleh aliansi masyarakat sipil tersebut.
“Laporan sudah diserahkan, dan masih dalam proses,” tutupnya singkat saat dikonfirmasi.(putra purba)