ASN Ini Ungkap ke Medsos Dugaan Perzinahan Anggota DPRD Karo

Karo – Budi Sentosa Sitepu (44), seorang ASN warga Jalan Dewi Sartika RT 02/05 Nomor 19, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, menyebut tak lelah berjuang menuntut keadilan atas kasus dugaan perzinahan anggota DPRD Karo berinisial RUMT dengan istrinya ORFG (37).

Budi sampai mengungkap kasus ini lewat media sosial YouTube yang diunggahnya pada Sabtu (24/4/2021).

Video berdurasi 1 menit 36 detik itu bertajuk Perjuangan Mencari Keadilan atas dugaan Perzinahan oleh oknum DPRD Kabupaten Karo, diunggah di channel Noe Sitepu. 

Dengan masih mengenakan baju ASN, memakai masker, dan menyematkan Uis Karo di pundaknya, Budi mengawali video itu dengan sapaan pembuka secara nasional. 

Dia menyebut tengah mencari keadilan dan tak akan pernah berhenti atas kasus dugaan perzinahan yang dilakukan seorang anggota DPRD Karo RUMT dengan istrinya ORFG.

“Saya tidak akan berhenti, saya tidak terima karena rumah tangga hancur oleh diduga laki-laki ini yang meminta pertemanan lewat Facebook, menggoda. Padahal istri saya sudah menyampaikan dia sudah punya suami dan punya anak tiga, tetapi laki-laki ini, RUMT tidak berhenti, dia terus menggoda,” ungkapnya.

Budi juga menuliskan di deskripsi YouTube bahwa oknum DPRD Karo berinisial RUMT diduga kuat telah melakukan perzinahan dengan menggoda dan mengajak tidur istrinya ORFG sejak tahun 2019. 

Parahnya diduga kuat ORFG menanggapi dan datang dengan sadar ke hotel MP di Pasar Baru, Jakarta Pusat, setiap RUMT melakukan perjalanan dinas sebagai anggota DPRD Karo dengan menggunakan APBD yang berasal dari pajak masyarakat.

“Modus pelaku adalah dengan meminta pertemanan di FB, kemudian  rajin memberi komentar, menyapa hingga merayu melalui messenger dan WA. Padahal istri saya sudah memberitahukan bahwa dirinya sudah bersuami dan memiliki tiga anak. Namun RUMT tidak berhenti, malah melanjutkan aksinya dengan kerap meminta ORFG untuk datang ke kamar hotel tempat dia menginap hingga berhasil menidurinya,” tulisnya. 

BACA JUGA

Kasus ini sendiri sudah dilaporkan Budi ke Polda Metro Jaya pada 24 September 2020 lalu dengan  LP Nomor: LP/5710/IX/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ tertanggal 24 September 2020, ditandatangani AKP Nanang.

Polda Metro Jaya lalu melimpahkan perkara ke Polres Jakarta Pusat, hingga melakukan proses penyelidikan. 

Namun dalam perjalanan kasus, kepolisian justru menghentikan perkara, yakni pada 23 Desember 2020.

Penyidik Polres Jakarta Pusat telah menghentikan laporan polisi lewat Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyelidikan atau SP3 No. B/16.300/S.10/XII/2020/Res JP yang diteken Wakil Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat Kompol Ramses Sitinjak SH.

Budi merasa ada kejanggalan dan tidak profesionalnya penyidik menangani kasus ini. Dia mengungkap, surat tanda terima bukti hukum tertanggal 2 November 2020, sedangkan ORFG diperiksa 26 Oktober 2020, dan RUMT diperiksa 27 Oktober 2020. 

Menurutnya, kedua terlapor diperiksa oleh penyidik tanpa ada bukti hukum yang dipegang. “Bagaimana dan apa yang mau diperiksa oleh penyidik  kepada kedua terlapor jika tidak ada bukti-bukti hukum dipegang,” ungkapnya kepada Simantab.com pada Kamis (15/4/2021) lalu lewat WhatsApp.

“Jadi, ORFG diperiksa pertama kali tanpa ada bukti hukum dimiliki penyidik bernama Briptu Dimas Adi Praja. Baru pemeriksaan keduanya tanggal 20 November 2020, penyidik memiliki bukti hukum untuk ditanyakan kepada ORFG. Namun RUMT diperiksa pertama kali 27 Oktober 2020 tanpa ada bukti hukum yang dimiliki penyidik Briptu Dimas Adi Praja. Setelah bukti hukum dimiliki penyidik pada 2 November 2020, penyidik tidak melakukan pemeriksaan lagi kepada RUMT dengan alasan sudah cukup diperiksa dan tidak perlu dimintai keterangan lagi,” bebernya.

Budi kemudian menyebutkan, berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tanggal 23 Desember 2020 berbunyi bahwa telah dilakukan gelar perkara tanggal 4 Desember 2020.

Padahal menurut dia, surat undangan gelar perkara tidak pernah dia dapatkan hingga saat ini. Sehingga dia menduga tidak profesionalnya proses penyelidikan di Polres Jakarta Pusat terhadap kasus laporannya.

Bahkan pada gelar perkara dimaksud, penyidik Briptu Dimas Adi Praja menyampaikan berdasarkan keterangan Saksi Ahli Pidana Effendy Saragih (yang tidak hadir pada gelar perkara itu) dari Fakultas Hukum Trisakti bahwa kasus ini kurang cukup bukti karena rekaman audio pengakuan istri pelapor tidak menyebutkan nama terlapor RUMT dan kasus ini bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan jika pelapor telah berpisah atau cerai dari istrinya.

Faktanya menurut Budi, dalam rekaman audio pengakuan istrinya disebutkan dengan jelas kata-kata nama RUMT, DPRD Kabupaten Karo, dan Fraksi Partai Demokrat.

“Saya sudah mengajukan proses cerai di kantor. Sehubungan dengan saya dan istri adalah PNS sehingga membutuhkan proses waktu. Jadi saya secara nyata sudah mengajukan proses cerai dan sudah pisah rumah dengan ORFG,” katanya.

Video: Mencari Keadilan atas dugaan Perzinahan oleh oknum DPRD Kabupaten Karo

Mengadu ke Partai Demokrat 

Selain membuat laporan polisi, Budi juga sudah melaporkan kasus RUMT ini ke Partai Demokrat di Jakarta dan DPRD Kabupaten Karo.

Budi mengadukan RUMT ke Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat melalui kuasa hukumnya dari kantor hukum Dep Law Office pada 24 Agustus 2020 lalu.

Pascalaporan itu, Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat sudah melakukan pemeriksaan pertama, yakni 3 Februari 2020. 

“Tanpa ada surat resmi dari Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat. Hanya undangan melalui WA,” ungkapnya.

Kemudian pemeriksaan kedua pada 19 April 2021. Tim pemeriksa dari Dewan Kehormatan ada tiga orang. “Pak Ahmad Yani Basuki, Ibu Sasdawati dan Ibu Agatha,” ungkap Budi pada Rabu (21/4/2021).

Sementara terhadap RUMT, menurut pengakuan Budi, juga sudah dilakukan pemeriksaan pada 12 Maret 2021 lalu. 

Namun RUMT sendiri saat dikofirmasi lewat WhatsApp pada Rabu (21/4/2021) terkait pemeriksaan atau pemanggilan dirinya oleh Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat tidak memberikan jawaban.()

Iklan RS Efarina