“Masyarakat berhak mengetahui apakah harga yang disepakati benar-benar mencerminkan nilai pasar yang wajar. Ini penting agar tidak menimbulkan kecurigaan publik di kemudian hari.”
Pematangsiantar|Simantab – Rencana Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar untuk memanfaatkan gedung eks rumah singgah COVID-19 di Jalan Sisingamangaraja sebagai Kantor Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menuai sorotan publik. Desakan transparansi pun menguat, terutama terkait penggunaan anggaran dan urgensi kebijakan tersebut.
Meski proses administrasi masih berjalan, rencana pembelian gedung yang sebelumnya hanya dipinjam pakai itu menimbulkan pertanyaan seputar prioritas belanja daerah dan efisiensi pengelolaan aset.
Kepala Bidang Aset Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Pematangsiantar, Alwi Adrian Lumbangaol menjelaskan, rencana pembelian bermula dari penawaran pemilik gedung kepada Pemko.
“Saat ini dokumen perencanaan sedang disusun oleh Dinas PKP, dan proses pembelian akan ditangani Tim Pengadaan Tanah yang diketuai oleh Sekretaris Daerah, Junaidi Sitanggang,” ujar Alwi saat dikonfirmasi, Rabu (18/06/2025).
Ia menambahkan, jika proses disetujui, gedung akan dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menentukan harga wajar sesuai dengan kondisi pasar dan kemampuan keuangan daerah.
Alwi juga menyebutkan, kebutuhan perluasan Kantor Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Disdamkarmat) turut menjadi pertimbangan, mengingat mobilitas kendaraan pemadam kebakaran memerlukan ruang gerak yang lebih luas.
Diketahui, gedung eks rumah singgah tersebut sebelumnya dimanfaatkan Pemko untuk penanganan pandemi COVID-19 dengan status pinjam pakai dari pemilik.
Akademisi: Jangan Abaikan Skala Prioritas
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Tunggul Sihombing menilai, rencana pembelian gedung perlu dikaji secara menyeluruh, khususnya dari sisi urgensi dan prioritas anggaran.
“Niat untuk efisiensi dan perbaikan pelayanan memang perlu diapresiasi. Namun, pertanyaannya: apakah pembelian gedung ini merupakan kebutuhan paling mendesak di tengah berbagai sektor yang mungkin lebih membutuhkan perhatian?” ujarnya.
Tunggul menegaskan pentingnya transparansi penuh, terutama dalam proses penilaian harga oleh KJPP.
“Masyarakat berhak mengetahui apakah harga yang disepakati benar-benar mencerminkan nilai pasar yang wajar. Ini penting agar tidak menimbulkan kecurigaan publik di kemudian hari,” ujarnya.
Ia juga menekankan, proses pengadaan harus bebas dari konflik kepentingan. “Penawaran langsung dari pemilik gedung harus ditelaah secara objektif dan transparan. Tim Pengadaan Tanah harus bekerja profesional, dan hasil penilaian KJPP wajib dipublikasikan,” tegasnya.
Optimalisasi Aset yang Sudah Ada
Tunggul turut menyarankan agar Pemko lebih dahulu mengoptimalkan penggunaan gedung milik pemerintah yang sudah ada sebelum membeli aset baru.
“Apakah aset-aset milik daerah telah dimanfaatkan secara maksimal? Dan jika gedung itu dibeli, bagaimana rencana pemeliharaannya agar tidak jadi beban APBD di masa depan?” katanya.
Ia juga mempertanyakan apakah pemanfaatan gedung eks rumah singgah sebagai kantor dinas merupakan fungsi terbaik (best use) dari aset tersebut, mengingat lokasi dan sejarahnya yang strategis untuk penanganan darurat.
“Rencana ini harus jadi pintu diskusi yang lebih luas soal pengelolaan aset daerah dan arah kebijakan pembangunan,” tandas Dosen Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik Pascasarjana FISIP USU tersebut.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kritik publik lahir dari harapan agar Pemko tak hanya efisien, tetapi juga transparan dan bijak dalam menggunakan anggaran.
“Setiap rupiah yang dikeluarkan pemerintah harus benar-benar menyasar kebutuhan publik yang paling mendesak,” ujarnya.(putra purba)