Polisi Hukum Penjual Sablon di Tuban, ICJR Minta Presiden Panggil Kapolri

Jakarta – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Presiden dan Komisi III DPR RI memanggil Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyusul anak buahnya yang berlaku sewenang-wenang dengan menindak warga atas penyampaian ekspresi.  

Aparat polisi memberikan penghukuman terhadap warga Tuban, Jawa Timur, tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana. 

“ICJR mengecam keras tindakan aparat tersebut dan meminta DPR RI untuk mempertanyakan Kapolri. Presiden yang pada pidato kenegaraan 16 Agustus 2021 juga panjang lebar bicara soal kritik dan demokrasi, harus melakukan evaluasi terhadap Kapolri,” kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis, Kamis (19/8/2021).

Diketahui, RS (29), warga Desa Karangagung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, ditangkap aparat Polres Tuban pada 18 Agustus 2021 setelah terjaring razia siber oleh tim siber Polri karena mengunggah foto desain kaus bergambar Presiden Jokowi melalui akun media sosialnya. 

Gambar tersebut merupakan gambar yang sama dengan mural di wilayah Tangerang yang sebelumnya sempat viral dan dihapus aparat. Alasan aparat menindak RT karena gambar mural tersebut baik di tembok, kaos, dimana pun dianggap sebagai tindakan tidak sopan terhadap kepala negara dan sama sekali tidak mencerminkan budaya bangsa. 

RT kemudian dihukum untuk meminta maaf pada publik yang videonya kemudian diunggah di akun media sosial salah satu anggota polisi siber.

Tindakan langsung yang tidak berdasar oleh kepolisian tersebut adalah jelas termasuk tindakan sewenang-wenang

ICJR kata Eras, mengecam keras tindakan aparat Polres Tuban yang telah sewenang-wenang melakukan tindakan terhadap warga yang menyampaikan ekspresinya dengan sah. 

Sebagai aparat penegak hukum, imbuh dia, polisi tidak dibenarkan memberikan penghukuman terhadap warga dalam bentuk apapun yang tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana. 

Dia mengingatkan bahwa Penghinaan Presiden dalam KUHP telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga apabila polisi menilai tindakan warga tersebut adalah penghinaan presiden, maka seharusnya menunggu adanya aduan secara individu dari Presiden Jokowi.

“Tindakan langsung yang tidak berdasar oleh kepolisian tersebut adalah jelas termasuk tindakan sewenang-wenang,” tukasnya.

Dikatakannya, respons reaktif aparat yang berlebihan terhadap penyampaian ekspresi dan pendapat warga negara semacam ini tidak henti-hentinya terjadi dan semakin membahayakan demokrasi di Indonesia. 

Iklim ketakutan yang diciptakan aparat menjadikan masyarakat enggan untuk menyampaikan pendapat, kritik maupun sekadar berekspresi mengungkapkan pikiran dan perasaannya dalam ruang-ruang publik. 

Padahal baru beberapa hari lalu Presiden Jokowi dalam pidatonya menyinggung soal kritik masyarakat yang dianggap penting dan yang selalu diikuti pemenuhan tanggung jawab oleh pemerintah.

Agar insiden pembungkaman ekspresi warga ini dapat dihentikan, ICJR tandas Eras, meminta DPR RI yang memegang fungsi pengawasan terhadap kerja pemerintah untuk mengambil tindakan secara konkrit berdasarkan kewenangannya tersebut. 

ICJR menyerukan agar Komisi III DPR RI memanggil Kapolri mempertanyakan tindakan sewenang-wenang aparat yang melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat warga negara yang terus berulang di lapangan. 

Peran DPR RI kata dia, dalam hal ini sangat penting untuk menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Sebelumnya, Wakil Ketua MPR, yang juga anggota Komisi III Arsul Sani telah menyatakan bahwa tindakan Kepolisian sebagai tindakan berlebihan. 

“ICJR juga meminta Presiden Jokowi harus melakukan evaluasi  terhadap Kapolri atas tindakan sewenang-wenang oleh aparat yang melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat yang semakin marak terjadi,” katanya.

Dilansir dari CNN Indonesia, RS adalah seorang pengusaha sablon. Dia ditangkap polisi karena juga mengunggah pernyataan menyinggung institusi Polri dan pengadilan. 

Namun dia telah menghapus semua postingan, baik soal kaus Jokowi maupun yang dianggap menyinggung institusi Polri.

“Pemilik akun juga telah menghapus semua postingannya tersebut dari akun Twitternya tersebut,” kata Kasat Reskrim Polres Tuban AKP Adhi Makayasa, Kamis (19/8/2021).

Saat ditelusuri, unggahan RS dengan akun @OmBrewoks3 yang dianggap menyinggung Polri berisi pernyataan tentang kinerja Korps Bhayangkara tersebut.

“Jika para hakim sdh tdk bisa lg membedakn mana yg haq mana yg bathil, utk apa ada hakim? Jika polisi sdh tdk bisa membedakn mana yg harus ditangkap & mana yg harus bebas lbh baik bubarkan saja polisi, wahai para pejabat tunjukkan wujud asli kalian,kalo kalian benci terhadap ulama,” bunyi cuitan @OmBrewoks2 yang dipermasalahkan Polres Tuban.

Adhi melanjutkan RS tak ditahan dalam kasus ini. Menurutnya, RS hanya diminta membuat pernyataan minta maaf yang diunggahnya melalui media sosial.[]

Iklan RS Efarina