KORAN SIMANTAB
24 Agustus 2025 | 18:09 WIB
No Result
View All Result
  • Home
  • Live TV
  • Headline
  • Nasional
    • Budaya
    • Ekonomi
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Kriminal
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sejarah
    • Teknologi
  • Sumut
    • Asahan Batu Bara
    • Binjai – Langkat
    • Dairi
    • Danau Toba
    • Deli Serdang
    • Karo
    • Labuhan Batu Raya
    • Medan
    • Siantar
    • Simalungun
    • Tabagsel
  • Wisata
  • Dunia
  • Sehat
  • Kuliner
  • Olahraga
  • Adventorial
  • Login
KORAN SIMANTAB
No Result
View All Result
KORAN SIMANTAB
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • HEADLINE
  • SUMUT
  • NASIONAL
  • KESEHATAN
  • KULINER
Beranda Nasional
Momen saat punggahan.(simantab/ist)

Momen saat punggahan.(simantab/ist)

Punggahan: Perjalanan Budaya, Refleksi Diri, dan Tantangan Zaman di Simalungun

Mahadi Sitanggang Editor: Mahadi Sitanggang
1 Maret 2025 | 11:53 WIB
Topik: Nasional
0

Punggahan memiliki makna reflektif bagi individu dan komunitas. Lebih dari sekadar tradisi, punggahan menjadi momen untuk memperkuat hubungan sosial, mempererat tali kekerabatan, serta memperkaya nilai budaya yang sudah ada.

Simalungun|Simantab – Di tengah hamparan perbukitan dan perkebunan Simalungun yang hijau, satu tradisi unik bersemi, memadukan warisan budaya Jawa dan kearifan lokal.

Punggahan. Demikian tradisi itu disebut. Bukan sekadar perayaan makan bersama, tetapi sebuah perjalanan panjang akulturasi budaya dan refleksi diri yang kini menghadapi tantangan zaman.

Tradisi punggahan merupakan tradisi yang dilakukan umat Islam dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang dilaksanakan pada akhir bulan sya’ban ( satu hari atau dua hari menjelang bulan ramadhan).

Tradisi punggahan dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini telah dilaksanakan oleh masyarakat suku Jawa sejak dahulu hingga saat ini. Sehingga, tradisi ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam masyarakat Jawa karena tradisi ini dilaksanakan setiap tahunnya.

Meskipun dikenal luas di kalangan masyarakat Sunda dan Jawa, praktik ini mengalami perubahan serta adaptasi di berbagai daerah, termasuk Simalungun, Sumatera Utara.

Antropolog Sumut, Ibnu Avena Matondang,  membuka tabir pelaksanaan tradisi punggahan di Tanah Habonaron Do Bona ini.

Menurutnya, punggahan pada dasarnya merupakan tradisi yang mencerminkan perpindahan ke kondisi yang lebih baik.

Kata punggah atau munggah bermakna naik atau beralih. Dalam praktiknya bertransformasi menjadi sebuah ritual sosial yang memperkuat kebersamaan dalam masyarakat.

Ia menjelaskan, tradisi ini berkembang seiring dengan proses migrasi dan interaksi budaya yang terjadi di wilayah Simalungun.

“Variasi bentuk punggahan di Simalungun adalah bukti nyata dari migrasi etnis Jawa yang berinteraksi dengan masyarakat lokal. Proses ini menghasilkan akulturasi budaya yang memperkaya khazanah tradisi di daerah ini,” ungkap Ibnu saat dikonfirmasi, Jumat (28/2/2025).

Ibnu menekankan, punggahan memiliki makna reflektif bagi individu dan komunitas. Lebih dari sekadar tradisi, punggahan menjadi momen untuk memperkuat hubungan sosial, mempererat tali kekerabatan, serta memperkaya nilai budaya yang sudah ada.

Tak hanya itu, esensi punggahan, menurut Ibnu, terletak pada momen refleksi diri.

“Ini adalah saat untuk merenungkan perjalanan hidup, memperbaiki diri, dan mempererat tali silaturahmi. Aspek-aspek lain, seperti hidangan khas dan doa bersama, hanyalah pelengkap yang memperkuat makna inti dari tradisi ini,” jelasnya.

Namun, Ibnu juga menyoroti adanya kecenderungan komodifikasi budaya, di mana tradisi migran lebih menonjol daripada tradisi lokal yang memiliki nilai serupa.

ADVERTISEMENT

“Masyarakat Indonesia di setiap wilayahnya sebenarnya telah memiliki nilai-nilai sosial dan budaya yang kuat sejak lama. Punggahan hanyalah salah satu bentuk ekspresi dari nilai-nilai tersebut,” ujarnya.

Di era digital ini, punggahan menghadapi tantangan baru. Punggahan mengalami pergeseran makna, terutama di kalangan generasi muda atau Gen Z.

Generasi Z, kata Ibnu, yang tumbuh dalam budaya instan dan individualistis, cenderung mengaitkan punggahan dengan waktu dan tempat tertentu. Padahal, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dipraktikkan dalam berbagai konteks kehidupan.

“Gen Z lebih melihat punggahan sebagai acara seremonial tahunan saja, bukan sebagai bagian dari praktik hidup yang lebih luas,” katanya.

Sebagai seorang dosen di Jurusan FISIP Universitas Sumatera Utara (USU), Ibnu juga mencatat adanya kecenderungan punggahan menjadi semakin sentralistik, yang berpotensi menggerus kebudayaan lokal yang memiliki makna serupa.

“Inilah tantangannya. Jika suatu ritus hanya dipahami secara religius, tanpa mempertimbangkan aspek budaya yang lebih luas, ada risiko nilai-nilai lokal menjadi terpinggirkan,” tambahnya.

Di luar aspek budaya, punggahan juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang lebih besar dari yang terlihat di permukaan. Tradisi ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga bagian dari proses distribusi pengetahuan dan reproduksi kebudayaan.

“Tradisi ini menautkan manusia dengan alam, spiritualitas, dan kehidupan sosial dalam satu kesatuan. Ini bukan sekadar ritus religius, tetapi juga praktik hidup yang organik dan dinamis.” kata Ibnu.

Karena itulah, Ibnu menekankan bahwa punggahan tidak bisa sekadar dilestarikan sebagai kebijakan atau program budaya. Ia harus terus berkembang dan disesuaikan dengan konteks zaman, bahkan mungkin diadaptasi ke dalam budaya lokal, seperti melalui kosakata atau praktik khas Simalungun.

“Punggahan bukan sesuatu yang statis. Jika kita bisa menyesuaikannya dengan budaya lokal tanpa menghilangkan esensinya, maka ia akan tetap relevan dan bisa terus berkembang,” pungkasnya.

Di tengah gempuran modernisasi, punggahan membuktikan bahwa tradisi memiliki cara untuk bertahan dan beradaptasi. Nilai-nilainya tetap hidup, mengalir dalam berbagai bentuk, mengikat manusia dalam jalinan kebersamaan yang tak lekang oleh waktu.

“Punggahan berpotensi menjadi jembatan antara generasi muda dan warisan budaya mereka. Namun, diperlukan upaya untuk mengemas tradisi ini secara lebih relevan dengan gaya hidup generasi Z, tanpa menghilangkan esensi nilainya,” kata Ibnu.

Dilema Akulturasi: Antara Pengayaan dan Penggerusan

Lebih lanjut, Ibnu menekankan melakukan tradisi punggahan, sebagai agen penyebaran dan adaptasi budaya, juga menyimpan dilema.

Di satu sisi, tradisi ini memperkaya khazanah budaya lokal. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa punggahan dapat menggerus tradisi lokal yang memiliki makna serupa.

“Penting untuk menjaga keseimbangan antara akulturasi dan pelestarian budaya lokal. Punggahan seharusnya menjadi pelengkap, bukan pengganti, dari tradisi-tradisi yang telah ada di masyarakat Simalungun,” ujar Ibnu.

Ibnu menekankan pentingnya pemaknaan punggahan yang lebih adaptif.  Di masyarakat Simalungun yang mayoritas beragama Islam sebesar 56,77% ini, menjadikan Punggahan tidak hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga simbol kerukunan budaya dan refleksi sosial.

“Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang holistik, yang melibatkan aspek budaya, sosial, dan ekonomi.” jelasnya.

Salah satu cara untuk menjaga relevansi punggahan adalah dengan mengadopsi kosakata Simalungun sebagai bagian dari hibriditas budaya.

“Ini akan memberikan sentuhan lokal pada tradisi ini, membuatnya lebih dekat dengan masyarakat Simalungun,” kata Ibnu.

Punggahan, dengan segala dinamika dan tantangannya, adalah cermin dari kekayaan budaya Indonesia. Tradisi ini mengajarkan kita tentang pentingnya refleksi diri, toleransi, dan pelestarian warisan budaya.

Di tengah arus modernisasi yang deras, punggahan menjadi pengingat akan akar budaya yang kuat, yang menjadi identitas bangsa.

“Penting untuk menjaga keseimbangan antara akulturasi dan pelestarian budaya lokal. Punggahan seharusnya menjadi pelengkap, bukan pengganti, dari tradisi-tradisi yang telah ada di masyarakat Simalungun,”  kata Ibnu.(putra purba)

Tags: PuasaPunggahanRamadhanSimalungun
ShareTweetSendShareSendSharePinScanShare
ADVERTISEMENT

Berita Terkait

Wamenaker Immanuel Ebenezer alias Noel.(Simantab/reproai)
Nasional

Wamenaker Immanuel Ebenezer Ditangkap KPK, Keluar Pakai Rompi Oranye

Editor: Mahadi Sitanggang
23 Agustus 2025 | 13:15 WIB

Dari OTT itu, KPK menyita sejumlah uang tunai dalam jumlah signifikan, puluhan mobil mewah, hingga motor gede bermerk Ducati. Selain...

Read more
Lisa Mariana menghadiri panggilan KPK.(Simantab/reproai)
Nasional

KPK Kejar Jejak Uang Rp 222 M di BJB, Lisa Mariana Turut Diperiksa

Editor: Mahadi Sitanggang
22 Agustus 2025 | 13:39 WIB

Budi mengapresiasi kehadiran Lisa memenuhi panggilan KPK. Menurutnya, keterangan Lisa sangat dibutuhkan oleh penyidik. Jakarta|Simantab – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)...

Read more
Lisa Mariana.(Simantab/reproai)
Nasional

Setelah Tes DNA Tidak Cocok, Nama Doris Setiawan Muncul Ayah Anak Lisa Mariana

Editor: Mahadi Sitanggang
21 Agustus 2025 | 12:24 WIB

Kasus ini bermula ketika Lisa Mariana bersikeras menyatakan bahwa anak perempuannya, CA, merupakan buah hubungannya dengan Ridwan Kamil. Bandung|Simantab –...

Read more
Wamenaker Immanuel Ebenezer.(Simantab/dok.Kemnaker)
Nasional

KPK OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer, Publik Menanti Kasus Apa yang Menjeratnya

Editor: Mahadi Sitanggang
21 Agustus 2025 | 11:53 WIB

Operasi senyap ini disebut-sebut melibatkan tim satuan tugas KPK yang sudah melakukan pemantauan sejak beberapa waktu terakhir. Informasi sementara menyebutkan,...

Read more

Berita Terbaru

Simalungun

Menelusuri Serbelawan, dari Stasiun Tua hingga Ikrar Perlawanan

23 Agustus 2025 | 14:21 WIB
Siantar

Pematangsiantar Siapkan Jurus Hadapi Pemangkasan Dana Transfer 2026

23 Agustus 2025 | 13:40 WIB
Nasional

Wamenaker Immanuel Ebenezer Ditangkap KPK, Keluar Pakai Rompi Oranye

23 Agustus 2025 | 13:15 WIB
Siantar

Banjir dan Jalan Rusak di Viyata Yudha: Warga Gelisah, Proyek Perbaikan Tertunda

22 Agustus 2025 | 19:13 WIB
Simalungun

Pemkab Simalungun Usulkan Rp120 Miliar ke Kementerian PUPR

22 Agustus 2025 | 14:58 WIB
Nasional

KPK Kejar Jejak Uang Rp 222 M di BJB, Lisa Mariana Turut Diperiksa

22 Agustus 2025 | 13:39 WIB
Simalungun

Konversi Kebun Teh Sidamanik ke Sawit Tuai Protes, DPRD Simalungun Siap Bentuk Pansus

21 Agustus 2025 | 14:41 WIB
Nasional

Setelah Tes DNA Tidak Cocok, Nama Doris Setiawan Muncul Ayah Anak Lisa Mariana

21 Agustus 2025 | 12:24 WIB
Nasional

KPK OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer, Publik Menanti Kasus Apa yang Menjeratnya

21 Agustus 2025 | 11:53 WIB
Siantar

Gugur di Praperadilan, Eks Kadis Perhubungan Siantar Hadapi Babak Baru di Tipikor Medan

21 Agustus 2025 | 11:21 WIB
Nasional

Panglima TNI Rotasi 414 Perwira Tinggi, AD Jadi yang Terbanyak

20 Agustus 2025 | 19:30 WIB
Simalungun

Ketua PKK Simalungun Bagikan Panen Sawi ke Warga Sekitar

20 Agustus 2025 | 19:20 WIB

  • Kuki
  • Etika Perilaku
  • Hubungi Kami:
  • Karir
  • Layanan
  • Pedoman Siber
  • Peraturan Pers
  • Privasi
  • Tentang Kami
  • Redaksi

© 2025
PT SIMALUNGUN MANTAB INDONESIA
(PT. SIMANTAB INDONESIA) .
Jalan Ahmad Yani No. 97 Siantar Barat, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
☏ -
📧 [email protected]

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Home
  • Live TV
  • Headline
  • Nasional
    • Budaya
    • Ekonomi
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Kriminal
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sejarah
    • Teknologi
  • Sumut
    • Asahan Batu Bara
    • Binjai – Langkat
    • Dairi
    • Danau Toba
    • Deli Serdang
    • Karo
    • Labuhan Batu Raya
    • Medan
    • Siantar
    • Simalungun
    • Tabagsel
  • Wisata
  • Dunia
  • Sehat
  • Kuliner
  • Olahraga
  • Adventorial
  • Login

© 2025
PT SIMALUNGUN MANTAB INDONESIA
(PT. SIMANTAB INDONESIA) .
Jalan Ahmad Yani No. 97 Siantar Barat, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
☏ -
📧 [email protected]

rotasi barak berita hari ini danau toba

slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor