Ada indikasi sekitar 3.000 nama dalam daftar penerima dana bansos yang seharusnya tidak lagi menerima bantuan di Kota Pematangsiantar.
Pematangsiantar|Simantab – Polemik data penerima bantuan sosial (Bansos) yang tak kunjung usai, mendorong Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar untuk bergerak.
Pekan ini, Musyawarah Kelurahan (Muskel) serentak digelar di tingkat kelurahan maupun kecamatan. Suatu upaya masif untuk memvalidasi kelayakan penerima bantuan yang kerap menjadi sorotan masyarakat.
Langkah ini, diinisiasi oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), melibatkan seluruh lini perangkat kelurahan, mulai dari Kepling hingga RT, serta didampingi langsung oleh tenaga dari Kementerian Sosial seperti Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial P3A Kota Pematangsiantar, Risbon Sinaga, tak menampik, isu Bansos memang kerap memicu kegaduhan.
Secara terbuka, ia mengakui adanya indikasi sekitar 3.000 nama dalam daftar penerima yang seharusnya tidak lagi menerima bantuan.
“Hal ini dilatarbelakangi adanya data penerima Bansos yang harusnya tidak patut menerima namun menjadi daftar penerima. Sementara yang sangat layak dapat Bansos justru tidak menerima,” terang Risbon saat dikonfirmasi, Jumat (23/05/2025).
Perintah langsung dari Wali Kota Pematangsiantar, Wesly Silalahi, menjadi dasar digelarnya Muskel ini. Risbon menekankan pentingnya menjunjung tinggi rasa kemanusiaan dalam proses validasi.
“Artinya, kalau memang warganya layak mendapat bantuan, maka namanya tidak dicoret. Namun kalau ekonominya sudah baik, maka harus dicoret. Karena sasaran Bansos ini kepada masyarakat yang kurang mampu,” ujarnya.
Ia juga berharap tidak ada lagi faktor “suka tidak suka” dalam penentuan kelayakan, mengingat adanya perwakilan Kementerian Sosial yang turut serta dalam verifikasi.
Lebih lanjut, Risbon menganalogikan tugasnya sebagai “mengurus air mata, bukan mata air.” Sebuah metafora yang menegaskan misi kemanusiaan di balik upaya pemberian bantuan.
“Artinya kami ini adalah pejuang kemanusiaan yang memberi uluran tangan kepada yang kurang mampu. Jadi tolong, apa yang kami lakukan dalam Muskel ini supaya benar-benar serius dan mengedepankan jiwa kemanusiaan,” ujarnya.
Berbagai jenis Bansos yang disalurkan, mulai dari PKH, BPNT, KIP, KIS yang langsung masuk ke rekening penerima dari Kementerian Sosial, hingga bantuan permakanan untuk lansia, serta bantuan dari pemerintah provinsi dan Pemko Siantar seperti alat kesehatan bagi disabilitas dan sembako, menjadi fokus validasi.
Risbon juga mengingatkan masyarakat untuk menggunakan bantuan tersebut sebagaimana mestinya.
“Jadi tolong diimbau kepada masyarakat supaya bantuan tersebut dipergunakan sebagaimana mestinya. Jangan dipakai ke hal yang lain,” pesannya.
Sebagai bentuk keseriusan, Pemko Pematangsiantar menjadwalkan pengumpulan seluruh operator kelurahan pada bulan Juni mendatang, setelah Muskel selesai.
Dalam Berita acara hasil Muskel, termasuk nama-nama yang diusulkan untuk dihapus, akan langsung dimasukkan ke dalam aplikasi untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Sosial.
Tak hanya itu, Risbon juga mengimbau para RT untuk aktif memperhatikan warganya, terutama jika ada yang sakit namun KIS-nya nonaktif.
“Urusan administrasi penanganan orang sakit di kantor lurah paling lama 30 menit. Jadi tolong Bapak Ibu RT supaya memberitahu ke warga, jika KIS nya non aktif segera dilapor ke kantor lurah,” katanya.
Antara Komitmen Kemanusiaan dan Bobroknya Data
Menanggapi upaya validasi data Bansos ini, Pengamat Sosial, Agus Suriadi, menyampaikan pandangan kritisnya. Meskipun mengapresiasi komitmen Pemko Pematangsiantar dalam membenahi data penerima Bansos, Agus menyoroti akar masalah yang lebih dalam.
“Langkah validasi ini memang patut diapresiasi sebagai upaya perbaikan. Namun, pernyataan Plt Kadis yang menyebutkan adanya 3.000 nama yang tidak layak namun masih menerima bantuan, serta sebaliknya, justru menunjukkan kegagalan sistem pendataan yang sudah berjalan sekian lama,” ujar Agus.
Menurut Agus, masalah data Bansos yang karut-marut bukan semata-mata persoalan teknis di lapangan, melainkan juga terkait dengan mekanisme pendataan yang rentan intervensi dan kurang akuntabel.
“Kita tidak bisa hanya menyalahkan warga yang tidak jujur atau perangkat kelurahan yang kurang teliti. Pertanyaannya, bagaimana data awal ini bisa terbentuk? Apakah ada celah bagi kepentingan non-kemanusiaan untuk menyusup dalam daftar penerima?” ujarnya.
Dosen FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) ini juga meragukan efektivitas Muskel sebagai solusi jangka panjang.
“Muskel ini adalah langkah reaktif. Idealnya, sistem pendataan harus proaktif dan berbasis realitas ekonomi terkini. Pernyataan ‘mengurus air mata, bukan mata air’ memang indah didengar, namun realitanya, banyak ‘mata air’ yang seharusnya mengalir untuk kesejahteraan, justru terhambat oleh data yang tidak valid,” kata Agus.
Lebih lanjut, Agus menyoroti minimnya informasi mengenai sanksi atau konsekuensi bagi pihak-pihak yang sengaja memanipulasi data penerima Bansos.
“Jika ada ribuan nama yang tidak layak, itu artinya ada pihak yang bertanggung jawab atas masuknya nama-nama tersebut. Apakah hanya sekadar dicoret dari daftar? Atau akan ada evaluasi menyeluruh terhadap proses pendataan sebelumnya dan penegakan sanksi jika terbukti ada pelanggaran?,” katanya.
Mengenai ajakan Plt Kadis kepada RT untuk memperhatikan warganya, Agus melihatnya sebagai indikasi, sistem pelaporan masyarakat masih sangat bergantung pada inisiatif personal.
“Ini menunjukkan bahwa mekanisme aduan atau pelaporan data yang tidak sesuai masih belum optimal. Seharusnya ada kanal yang lebih mudah diakses dan responsif, tidak hanya bergantung pada laporan RT. Terlebih, masalah KIS nonaktif yang disebut bisa diurus dalam 30 menit, ini juga perlu dikawal agar tidak hanya menjadi janji manis di atas kertas,” kata Agus.
Ia mendesak Pemko Pematangsiantar untuk berani melakukan audit menyeluruh terhadap sistem pendataan, memastikan transparansi, dan membangun sistem yang lebih kuat agar masalah serupa tidak terulang di kemudian hari.
“Validasi data adalah langkah awal yang baik, tapi bukan akhir dari permasalahan. Pemko Pematangsiantar harus berani melakukan audit menyeluruh terhadap sistem pendataan Bansos selama ini. Memastikan transparansi, dan membangun sistem yang lebih robust agar polemik serupa tidak terulang di masa depan. Tanpa itu, ‘air mata’ yang ingin diurus hanya akan terus bertambah,” kata Agus Suriadi.(putra purba)