Aborsi dalam Perspektif Medis dan Sosial di Indonesia

Resiko dan Tindakan Pencegahan dalam Praktik Aborsi di Indonesia

Meskipun sudah diatur oleh hukum, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan, bahwa Aborsi tetap memiliki risiko tersendiri.(ft.simantab) 

 

simantab.com – Ketua Bidang Legislasi dan Advokasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ari Kusuma Januarto, mengungkapkan bahwa aborsi, meskipun sudah diatur oleh hukum, tetap memiliki risiko tersendiri. Prosedur medis ini bisa mempengaruhi kemampuan seorang wanita untuk hamil lagi di masa depan.

Dalam konferensi pers daring pada 2 Agustus 2024, Ari menjelaskan bahwa aborsi dilakukan untuk mengosongkan rahim. Kemampuan untuk hamil kembali setelah aborsi bisa bervariasi, tergantung pada banyak faktor yang berhubungan dengan prosedur tersebut.

Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mencakup aturan terkait praktik aborsi bersyarat. Pasal 120 PP tersebut mengizinkan dokter untuk melakukan aborsi dalam kasus kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lainnya, dengan syarat adanya persetujuan dari perempuan hamil dan suaminya, kecuali untuk korban perkosaan.

Ari menekankan bahwa pengangkatan janin harus dilakukan melalui prosedur medis yang terukur dan teruji untuk meminimalkan risiko kesehatan.

Ia juga menyoroti fenomena aborsi yang dilakukan oleh dukun beranak di banyak wilayah Indonesia, yang memiliki risiko tinggi akibat peralatan yang terbatas. IDI telah mengadakan sosialisasi dan pelatihan untuk para dukun beranak agar mereka bisa berkolaborasi dengan dokter.

Salah satu risiko terbesar dari aborsi adalah pendarahan fatal dan infeksi akibat kurangnya kebersihan. Selain itu, aborsi juga dapat menimbulkan trauma psikologis, terutama bagi perempuan korban pemerkosaan. Oleh karena itu, penting untuk menggabungkan prosedur aborsi dengan terapi psikologis. (t.co) 

Iklan RS Efarina