Jumlah Sampah Makanan di ASEAN: Indonesia teratas dengan 20,94 juta ton
simantab.com — Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah makanan yang terbuang. Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menyoroti dampak ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkan oleh fenomena ini, dengan menekankan pentingnya strategi pengendalian sisa pangan.
Menurut Bappenas, kerugian ekonomi akibat food loss and waste mencapai Rp 551 triliun setiap tahun. Angka ini menunjukkan besarnya nilai makanan yang tidak dimanfaatkan dengan baik, yang seharusnya bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Suharso menyatakan bahwa makanan yang terbuang di Indonesia cukup untuk memberi makan hampir seluruh warga miskin, yang jumlahnya mencapai 25,22 juta orang atau 9,03% dari total penduduk. Pemanfaatan sisa pangan yang masih layak konsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi sebanyak 62% dari penduduk yang kekurangan
Selain dampak ekonomi dan sosial, pengendalian sisa pangan juga memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Bappenas mencatat bahwa penyelesaian masalah ini dapat menurunkan emisi hingga 1.702,9 metrik ton CO2.
Dalam skala ASEAN, Indonesia menempati urutan pertama dalam hal jumlah sampah makanan dengan **20,94 juta ton** pada tahun 2021. Angka ini jauh melebihi negara-negara tetangga seperti Filipina (9,33 juta ton), Vietnam (7,35 juta ton), dan Thailand (5,48 juta ton).
Secara lokal, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah sampah makanan tertinggi, mencapai 281 ribu ton per tahun. Provinsi lainnya seperti Banten (172 ribu ton) dan Jawa Barat (166 ribu ton) juga mencatat jumlah sampah makanan yang signifikan.
Pengendalian food loss and waste di Indonesia tidak hanya penting untuk mengurangi kerugian ekonomi, tetapi juga dapat meningkatkan ketahanan pangan, memenuhi kebutuhan energi bagi yang kekurangan, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Implementasi strategi pengelolaan sisa pangan menjadi krusial dalam mencapai tujuan tersebut.