simantab.com
Di suatu tempat di Jakarta, seorang pria dengan aura kepemimpinan sedang sibuk berkemah—tidak di hutan atau gunung, tetapi di dalam gedung partai politik. Pria itu adalah Radiapoh Hasiholan Sinaga, Bupati Simalungun, yang sedang berjuang keras (atau mungkin hanya menikmati fasilitas) untuk merebut posisi dalam partai.
Di sisi lain, di Simalungun, rakyatnya sedang sibuk dengan Marharoan Bolon di Gunung Malela, sebuah acara penting yang sayangnya hanya diwakili oleh nyonya dan beberapa staf dan pejabat lainnya. Mungkin ini adalah versi modern dari dongeng “Putri Tidur” di mana sang putri tidak tidur selama seratus tahun, tetapi suaminya yang tidur di Jakarta, menunggu kesempatan untuk bangun sebagai pahlawan politik.
“Pak Bupati, di manakah engkau?” teriak warga Simalungun dalam hati, dengan harapan bahwa gema suara mereka sampai ke Jakarta. “Kami butuh perhatianmu, bukan hanya janji-janji manis yang ditinggalkan di papan iklan.”
Radiapoh, sang pahlawan kesejahteraan yang pernah berjanji bahwa rakyat harus sejahtera, kini tampaknya lebih fokus untuk memastikan kesejahteraannya sendiri di tengah-tengah hingar bingar politik ibu kota. Mungkin di sinilah letak kesejahteraan sebenarnya, pikirnya, di bawah lampu-lampu terang gedung partai.
Tetapi, di sini, di Simalungun, kami hanya merindukan kehadiranmu, Pak Bupati. Kami tidak butuh superhero yang hilang di ibu kota, kami butuh pemimpin yang ada di sini, di tengah-tengah kami, merasakan dan memahami apa yang kami alami setiap harinya.
Jadi, Pak Bupati, kapan engkau akan pulang? Atau mungkin, apakah kita perlu menyiapkan panggung penyambutan lengkap dengan karpet merah dan spanduk besar bertuliskan “Selamat Datang Kembali dari Jakarta, Pak Bupati!”?
Kami berharap engkau segera kembali, sebelum kami benar-benar lupa wajahmu. Pulanglah, Pak Bupati, sebelum kami terpaksa mencari bupati baru yang tidak terlalu sibuk menjadi pahlawan super di tempat lain. Simalungun adalah rumahmu, dan kami, rakyatmu, menunggumu dengan penuh kerinduan—dan sedikit kesabaran yang semakin menipis. (SB)