DPRD Simalungun menelusuri legalitas Diklat Koperasi Desa Merah Putih yang diduga digelar tanpa koordinasi dengan dinas terkait. Penyelenggara membantah, DPRD menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas.
Simalungun|Simantab – Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Kabupaten Simalungun menuai sorotan publik. Kegiatan yang disebut tidak melibatkan dinas teknis itu dinilai janggal dan menimbulkan pertanyaan tentang legalitasnya.
Ketua Komisi I DPRD Simalungun, Perikson Purba, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah laporan dari perangkat desa dan masyarakat terkait pelaksanaan diklat tersebut. Menurut laporan itu, kegiatan yang diikuti para kepala desa dan pengurus koperasi digelar tanpa rekomendasi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Nagori (DPMN) maupun Dinas Koperasi Kabupaten Simalungun.
“Kami sudah menerima aduan dan akan memanggil pihak-pihak terkait untuk memberikan keterangan. Jika benar tidak ada koordinasi dengan dinas, maka harus ada klarifikasi terbuka,” ujar Perikson, Senin (3/11/2025).

Ia menegaskan bahwa kegiatan yang mengatasnamakan pemberdayaan aparatur desa harus transparan dan terkoordinasi. DPRD, kata Perikson, ingin memastikan program tersebut tidak menjadi ajang penyalahgunaan anggaran atau kepentingan kelompok tertentu.
“Kami ingin memastikan kegiatan ini benar-benar untuk peningkatan kapasitas aparatur dan penguatan kelembagaan desa, bukan kepentingan segelintir pihak. Karena begitu menyangkut nama pemerintah dan dana publik, akuntabilitas wajib dijaga,” tambahnya.
Komisi I DPRD Simalungun dijadwalkan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama panitia diklat, DPMN, dan instansi terkait lainnya. Hasil RDP tersebut akan menjadi dasar untuk menilai apakah kegiatan itu sesuai prosedur dan memiliki dasar hukum yang kuat.
Penyelenggara Bantah Tak Koordinasi
Direktur Utama Sarana Konsultan Diklat Nasional (SKDN), Jangga Siregar, membantah tudingan bahwa kegiatan tersebut tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Ia menyebut diklat itu merupakan langkah strategis memperkuat koperasi desa sebagai pilar ekonomi kerakyatan, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025.
“Kegiatan ini bukan sekadar formalitas. Kami memberikan pelatihan teknis yang aplikatif untuk memperkuat kapasitas pengurus dan anggota koperasi,” ujarnya, Sabtu (1/11/2025).
Menurut Jangga, pelatihan mencakup keterampilan manajerial, pemahaman regulasi, hingga kemampuan mengelola unit usaha secara modern dan transparan. Ia juga menegaskan bahwa seluruh biaya kegiatan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2025 dan telah disahkan secara resmi.
“Tidak ada pelanggaran. Semua sesuai regulasi. Dana yang digunakan berasal dari alokasi desa untuk pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaan ekonomi masyarakat,” tegasnya.
DPRD Tekankan Transparansi
Anggota Komisi III DPRD Simalungun, Benhard Damanik, menilai polemik ini mencerminkan lemahnya koordinasi antara penyelenggara dan pemerintah daerah. Ia mengingatkan bahwa setiap kegiatan yang menggunakan dana publik harus transparan sejak tahap perencanaan.
“Kegiatan peningkatan kapasitas aparatur desa itu penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah transparansinya. Jangan sampai niat baik justru menimbulkan persepsi negatif karena miskomunikasi,” kata Benhard.
Ia mendorong Dinas PMN dan Dinas Koperasi lebih aktif membina agar kegiatan semacam ini tidak berjalan tanpa panduan teknis yang jelas.
Sementara itu, pengamat pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara, Yurial Arief Lubis, menilai persoalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap implementasi kebijakan di tingkat desa.
“Masalah utamanya bukan hanya izin formal, tapi bagaimana mekanisme pengawasan berjalan. Desa sekarang punya anggaran besar, tapi jika koordinasi vertikal dan horizontal lemah, potensi tumpang tindih program pasti muncul,” ujarnya, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, pelatihan seperti Kopdes Merah Putih dapat berdampak positif jika dirancang secara partisipatif dan melibatkan dinas teknis sejak awal. Namun, tanpa komunikasi yang baik, publik akan meragukan transparansinya.
“Kalau koordinasi dan keterbukaan dijaga, kegiatan seperti ini justru memperkuat kapasitas desa. Tapi tanpa transparansi, ia mudah dipolitisasi,” pungkas Yurial.
DPRD Simalungun kini tengah menelusuri legalitas Diklat Kopdes Merah Putih, yang menjadi ujian nyata bagi transparansi tata kelola program di tingkat nagori.(Putra Purba)
			





