Pemerintah Kota Pematangsiantar melakukan potong tumpeng dan pemberian santunan jaminan sosial dari BPJS ketenagakerjaan saat peringatan mayday.
Pematangsiantar|Simantab – Peringatan Hari Buruh Internasional (Mayday), 1 Mei 2025, di Tanah Lapang Adam Milik Pematangsiantar tanpa aksi demonstrasi. Suasana penuh keakraban terlihat di antara perwakilan 18 Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) se-Kota Pematangsiantar.
Mewakili Wali Kota Pematangsiantar Staf ahli bidang pemerintahan, Happy Oikumenis Daeli, melakukan potong tumpeng dan pemberian santunan jaminan sosial dari BPJS ketenagakerjaan.
Ketua Partai Buruh Kota Pematangsiantar, Eljones Simanjuntak, yang turut hadir dalam acara tersebut menjelaskan, pihaknya memilih pendekatan yang lebih konstruktif untuk memperingati Mayday kali ini.
“Kami tidak turun ke jalan. Namun kami buat gerakan yang lebih soft jadinya untuk hari ini, baik panggung seni dan diskusi,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Eljones mengungkapkan, peran aktif Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar yang selalu membuka dialog dari hati ke hati dengan pimpinan SP/SB menjadi salah satu faktor utama tidak adanya aksi demonstrasi besar di tingkat kota.
Aksi bersama difokuskan ke tingkat provinsi dengan pertimbangan agar tidak mengganggu aktivitas pekerja/buruh dan pengusaha di Pematangsiantar.
“Belajar dari tahun 2024 yang berhasil, tentu evaluasi harus kita lakukan sehingga Mayday tidak seremonial terus,” ujar Eljones.
Meskipun tidak melakukan aksi demonstrasi, Eljones mengatakan, komitmen mereka terhadap perjuangan hak-hak pekerja dan memberikan dukungan penuh kepada serikat pekerja lain tetap kuat.
“Kami menghargai setiap upaya untuk menyuarakan hak-hak pekerja. Partai Buruh akan terus bersinergi dengan elemen gerakan buruh lainnya untuk mencapai tujuan bersama,” tuturnya.
Lebih lanjut, katanya, Perayaan Hari Buruh di Pematangsiantar dengan kegiatan tali asih dan potong tumpeng ini menjadi contoh alternatif dalam menyampaikan aspirasi dan mempererat tali silaturahmi antara pekerja, pemerintah, dan elemen masyarakat lainnya.
Pengamat Sosial dari Universitas Sumatra Utara (USU), Agus Suriadi menilai, perubahan cara penyampaian aspirasi dari buruh dan mahasiswa, termasuk di momen Mayday, merupakan dampak dari perkembangan teknologi.
“Para buruh, pekerja dan mahasiswa tidak melakukan demonstrasi di lapangan namun tetap melaksanakan aksi-aksi terkait kampanye kesejahteraan buruh di media sosial. Kita melihat adanya pergeseran dalam cara kelompok pekerja dan serikat buruh menyampaikan aspirasi mereka,” jelasnya.
Ia menilai, ada beberapa faktor melatarbelakangi pergeseran ini, termasuk potensi kemacetan akibat arus balik mudik Lebaran dan pembatasan mobilitas pasca pandemi COVID-19.
Ia juga mendorong dinas terkait untuk terus memperhatikan nasib buruh dan menciptakan terobosan terkait ketersediaan lapangan kerja yang kompetitif, serta investasi pada peningkatan keterampilan sumber daya manusia (SDM) buruh agar sesuai dengan tuntutan pasar dan teknologi.
“Pasca pandemi dan dengan adanya berbagai pertimbangan ekonomi, termasuk situasi beberapa kelompok buruh bisa jadi memilih cara yang dianggap lebih efektif dan tidak mengganggu ketertiban umum,” jelasnya.
Agus Suriadi juga tidak menampik kemungkinan adanya pertimbangan strategis dari organisasi buruh dalam memilih bentuk aksi.
“Mungkin ada evaluasi internal mengenai efektivitas demonstrasi di masa lalu, dan mereka sedang mencari cara-cara baru yang lebih berdampak dalam memperjuangkan hak-hak pekerja. Fokus pada dialog dan negosiasi dengan stakeholder terkait bisa jadi menjadi pilihan yang lebih diutamakan saat ini,” tambahnya.
Kendati demikian, Agus Suriadi menekankan bahwa minimnya aksi fisik tidak serta merta menunjukkan penurunan semangat perjuangan buruh.
“Penting untuk melihat lebih dalam platform-platform daring dan media sosial, apakah isu-isu buruh tetap menjadi perhatian dan perbincangan hangat di sana. Bisa jadi, energinya dialihkan ke ranah digital,” katanya.
Agus Suriadi berharap, ke depannya, terjalin komunikasi yang lebih baik antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh untuk mencari solusi konstruktif terkait isu-isu ketenagakerjaan.
“Momentum Hari Buruh tetap relevan sebagai pengingat akan pentingnya hak-hak pekerja. Bagaimana cara memperingatinya dan menyuarakan aspirasi mungkin saja mengalami evolusi seiring dengan perkembangan zaman,” tutupnya.
Lain hal yang disampaikan Pengamat Ekonomi, Darwin Damanik. Dia menyoroti pentingnya kualitas SDM dalam menghadapi bonus demografi dalam memperingati hari Mayday tahun 2025.
Ia mengingatkan, kegagalan mempersiapkan SDM yang unggul dan berkualitas dapat mengubah bonus demografi menjadi bencana sosial dan ekonomi.
“Ini tidak bisa dianggap remeh karena bonus demografi memerlukan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berkualitas,” ungkapnya saat dikonfirmasi.
Darwin juga menyoroti perlunya respons yang lebih tanggap dari pemerintah pusat dan daerah terhadap isu lapangan kerja dan kesejahteraan pekerja.
“Jika berjalan sesuai harapan bonus demografi tersebut, bisa menjadi modal bagi Indonesia untuk menjadi negara besar atau maju di 2045 nanti. Tetapi jika sebaliknya, sudah dipastikan gagal kita menjadi negara maju,” tuturnya.(putra purba)