Simalungun – Dugaan penistaan suku Simalungun oleh Kapolres Simalungun AKBP Agus Waluyo direspons Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam). Himpunan Mahasiswa Pemuda Simalungun Indonesia (Himapsi) sebelumnya melaporkan hal ini.
Ketua Umum DPP Himapsi Lamhot Rotuah Saragih dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pihaknya menyambut baik dan mengapresiasi langkah cepat Kementerian Polhukam.
Dalam suratnya nomor: B-1444/KM.00/5/2021 yang ditujukan kepada Kapolda Sumatera Utara, kementerian tersebut secara tertulis meminta Kapolda Sumatera Utara untuk mengklarifikasi persoalan dugaan penistaan suku Simalungun. Dan apabila terjadi kesalahan agar segera memproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Kemenko Polhukam telah merespons surat yang kami layangkan sebelumnya, dengan memerintahkan Polda Sumatera Utara untuk segera menuntaskan persoalan tersebut,” kata Lamhot, Kamis (20/5/2021).
Lamhot menyebut, DPP Himapsi akan terus mengawal kasus tersebut sampai tuntas dan mendesak Kapolri dan Kapolda Sumatera Utara segera memproses laporan yang telah disampaikan sebelumnya dengan mengacu pada aturan-aturan hukum yang berlaku di NKRI.
BACA JUGA
- GMKI Siantar-Simalungun Minta Pemerintah Tutup PT TPL
- Kapolres Siantar Larang Anak Buahnya Terima Imbalan di Pos Penyekatan
“Tidak tertutup kemungkinan kami melakukan aksi demonstrasi maupun melayangkan gugatan ke pengadilan terkait dugaan penistaan tersebut, apabila penanganan atas persoalan tersebut lambat,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, pada 9 April 2021 lalu DPP Himapsi melaporkan Kapolres Simalungun lewat surat nomor: 022/DPP HIMAPSI/IV/2021 ke Kemenko Polhukam.
Kapolres dinilai telah menista suku Simalungun karena menampilkan budaya lain saat kunjungan Kapolda Sumatera Utara ke Kabupaten Simalungun.
Sekretaris Departemen Seni dan Budaya DPP Himapsi Mars Apriando Purba dalam keterangan kepada wartawan pada Sabtu (10/4/2021) lalu menyebutkan, dalam penyambutan kedatangan Kapolda Sumatera Utara, Polres Simalungun menampilkan acara adat dan budaya yang bukan dari etnis Simalungun.
“Ini jelas melukai hati kami,” ujarnya. “Maka hemat kami dengan menampilkan adat dan budaya daerah lain di Simalungun, padahal adat dan budaya Simalungun ada sebagai tuan rumah, kami menganggap bahwa Kapolres Simalungun telah sengaja melakukan penistaan, penghinaan dan pelecehan kepada masyarakat etnis Simalungun, dan melanggar UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Diskriminasi Etnis,” kata dia.
Dia juga berasumsi, dengan menampilkan budaya daerah lain dalam acara kegiatan resmi di Polres Simalungun, hal ini dapat mengajak masyarakat umum untuk menginterpretasikan atau mengartikan bahwa sudah tidak ada lagi adat dan budaya Simalungun.
Terkait hal ini, belum diperoleh keterangan resmi dari Kapolres Simalungun AKBP Agus Waluyo. ()