Krismas merasa politisi dan aktivis di satu kabupaten ini di bawah akalnya. Dia lupa, marahnya orang yang sudah diam dan cuek itu berbahaya.
Karena sikap petantang-petentengnya, proyek kosong dari toke mago tenggelam hingga tak berbekas.
Begitulah ngerinya berpolitik ini; jika ada anak yang bermain kuasa melebihi bosnya. Kata-katanya dianggap mewakili kata-kata bosnya, sehingga blundernya membuat sang bos gagap dan harus menguras rekening lebih dalam.
Akhirnya, muncullah ‘Horja’ sambil menyanyikan lagu:
Cangkul, cangkul yang dalam
Galilah lobang semakin dalam
Hancur, hancur semakin hancur
Simalungun dipimpin rentenir
Itulah kisah politik yang penuh intrik, ketika ambisi pribadi mengalahkan kebijaksanaan. (sb)