RUU Penyiaran Dibahas di DPR, Ancaman Serius bagi Pers dan Kebebasan Berbicara

simantab.com, JakartaRancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Para pengamat dan aktivis kebebasan pers menilai bahwa sejumlah pasal dalam RUU tersebut berpotensi mengancam kebebasan berbicara dan kebebasan pers di Indonesia.

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah pasal yang memberikan wewenang lebih besar kepada pemerintah untuk mengawasi dan mengatur konten siaran.

Pengaturan ini dikhawatirkan dapat digunakan untuk membungkam kritik dan membatasi ruang gerak media dalam menyampaikan informasi yang independen dan obyektif.

“RUU ini memiliki banyak celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan sensor dan pengawasan berlebihan terhadap media. Ini bisa mengembalikan kita ke era di mana kebebasan pers sangat terbatas,” ujar Rahmat Hidayat, seorang aktivis kebebasan berbicara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.

Selain itu, RUU ini juga mengatur sanksi yang lebih berat bagi pelanggaran penyiaran, yang menurut para kritikus dapat menimbulkan efek jera bagi media yang kritis.

“Sanksi berat ini bisa membuat media menjadi enggan untuk melaporkan isu-isu sensitif atau mengkritik pemerintah.” 

Sementara itu, pemerintah dan sebagian anggota DPR berargumen bahwa RUU Penyiaran diperlukan untuk menyesuaikan regulasi penyiaran dengan perkembangan teknologi dan dinamika informasi saat ini. Mereka menyatakan bahwa regulasi yang lebih ketat dibutuhkan untuk menangkal penyebaran berita palsu dan konten negatif di media.

“RUU ini penting untuk menjaga kualitas siaran dan melindungi masyarakat dari informasi yang tidak benar atau berbahaya. Kami tetap mengutamakan prinsip kebebasan pers, namun perlu ada batasan yang jelas untuk memastikan tanggung jawab penyiaran,” kata salah satu anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan RUU tersebut.

Namun demikian, desakan untuk meninjau kembali dan merevisi beberapa pasal dalam RUU Penyiaran terus bergulir. Koalisi masyarakat sipil dan berbagai organisasi media berharap DPR mendengarkan aspirasi publik dan memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan nantinya tidak mengekang kebebasan berbicara dan pers di Indonesia.

Pembahasan RUU Penyiaran ini diperkirakan akan terus menjadi topik hangat di DPR, dengan berbagai pihak yang siap untuk memperjuangkan kebebasan berbicara dan kebebasan pers di tanah air.

Iklan RS Efarina