Tak Susah Menangkap Kepala Daerah Korupsi

Simantab – Mendagri Tito Karnavian mengatakan menangkap kepala daerah yang korupsi itu tidak susah. Menurutnya, yang susah adalah menangkap teroris dan gembong narkoba.

Awalnya, Tito bicara mengenai dampak positif dan negatif pemilihan kepala daerah secara langsung. Dampak positifnya adalah muncul sosok pemimpin yang baru dan muda yang membawa perubahan baik di lingkungannya, dia mencontohkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendapat nilai kinerja kepuasan mencapai 80 persen.

Kemudian, dampak negatif pilkada langsung adalah biaya politik yang tinggi. Menurutnya, biaya politik tinggi ini menimbulkan korupsi karena kepala daerah tersebut berupaya mengembalikan ‘modal’ politiknya.

“Saya nggak katakan buruk ya, dampak negatif, di antaranya biaya politik tinggi, mahal, buat tim sukses, mungkin ada juga yang saya dengar sekarang susah nyari bupati, yang mau jadi bupati, rata-rata menjelang pendaftaran (tanggal) 27 ini masih sibuk di Jakarta, cari tiket rekomendasi he-he-he, kasihan kadang-kadang temen-temen yang bagus, potensial, harus bernegosiasi segala macam, ngemis-ngemis, biaya mahal, belum waktu bertanding mahal, timses, iya kalau timsesnya bagus yang sukesnya mereka, nanti ada lagi baliholah segala macam, dan mungkin ada juga serangan fajar, saya nggak tahu, saya pura-pura nggak tahu maksud saya ha-ha-ha…,” ujar Tito dalam Rapat Kerja Nasional XVI Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) di Jakarta Convention Center (JCC) pada Rabu (10/7/2024).

Tito kemudian mengatakan, sewaktu menjabat Kapolri, dia pernah berdiskusi dengan Jaksa Agung dan pimpinan KPK serta DPR mengenai masalah ini. Menurut dia, sistem seperti inilah yang membuat kepala daerah menjadi koruptor.

Dia kemudian mengatakan tidak susah menangkap kepala daerah yang korupsi. Menurutnya, yang susah adalah menangkap teroris dan gembong narkoba.

“Dulu saya sudah pernah bilang waktu saya jadi Kapolri dengan Ketua KPK, dengan Kejaksaan Pak Prasetyo waktu itu dengan pimpinan DPR. saya sampaikan bagi saya nangkep kepala daerah nggak susah, bagi saya bukan prestasi luar biasa, beda dengan teroris, nangkep narkotika. Teman-teman yang dianggap korupsi punya rumah, keluarga, jelas. Teroris lari-lari, narkotika lari-lari dalam negeri, luar negeri segala macam, nama palsu segala macem,” ucapnya.

Tito mengaku bisa mendeteksi kepala daerah yang melakukan korupsi dalam tiga bulan. Dia juga mengaku bisa mendapat jejak korupsi dari sejumlah orang.

“Kasih saya 3 bulan untuk membuktikan kepala daerah, nggak semua lah, saya tahu ada yang baik, untuk cari kesalahannya, mudah sekali, satu sadap aja nomor dia, kalau nomornya sudah pakai WiFi segala macam agak canggih-canggih dikit lingkaran satunyalah, ajudannya, pengawalnya, orang kepercayaannya, pundi-pundinya, Sekda, Kepala BKAD, Dinas PU, Perizinan, bah mereka pasti juga akan ada, ‘kamu pakai wifi ya’… tapi staf sekitarannya nggak, kenapa saya harus pakai wifi saya kan kerja bener, nanti orang hubungi saya susah, lingkarannya Sekda, Dinas PU, kepala daerah, lingkarannya yang saya bilang perizinan mutasi itu-itu aja kan, bagian pengadaan, istrinya, nggak ada istri, anaknya, pengawal istrinya, sopir istrinya, kena,” ucap Tito.

“Atau turun ke bawah cari lawan politiknya atau orang yg pernah disakitinya misalnya wakil, wakil suka kan kalau kepala daerah ketangkep, dia naik, apalagi kalau nggak bagus mengelola antara wakil dengan pimpinan. Semua dicari orang-orang yang pernah dipindah-pindahin sama dia, dia masih punya kaki di eselon 3 dan 4, makanya teman-teman hati-hati, itu belum lagi rekanan, rekanan kan bersaing, yang nggak dapat dia juga punya jalur dalam kabupaten itu, karena dia sering ngumpanin juga tuh. Jangan kira ajudan kita nggak dirawat sama mereka, termasuk hati-hati punya ajudan, pengawal, itu nanti ada yang ngerawat kadang-kadang itu,” imbuh Tito.

 

 

sumber: detik

Iklan RS Efarina