Dunia  

Tren Pensiun Dini: Lari dari Kota, Hidup di Desa

simantab.com – Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pemuda China meninggalkan kehidupan kota dan pindah ke pedesaan. Mereka mendokumentasikan gaya hidup “pensiun dini” di media sosial setelah terkena PHK, mengundurkan diri, atau menganggur.

Melansir CNBC International, para “pensiunan muda” ini, yang umumnya lahir pada 1990-an atau 2000-an, memulai kehidupan baru di pedesaan sebagai jeda karier. Mereka memanfaatkan media sosial untuk berbagi pengalaman selama cuti atau menganggur.

Chung Chi Nien, profesor di Universitas Politeknik Hong Kong, menyebutkan sulitnya mendapatkan pekerjaan di kota besar menjadi alasan utama banyak pemuda beralih ke pedesaan. Tantangan ekonomi China, seperti lemahnya permintaan domestik dan penurunan sektor properti, memperburuk situasi ini.

Pada tahun ini, 11,8 juta lulusan perguruan tinggi memasuki pasar tenaga kerja, meningkatkan persaingan kerja. Ini menyebabkan “penurunan nilai” gelar sarjana, yang berdampak negatif bagi mereka dengan pengalaman atau kredensial minim.

Tingkat pengangguran pemuda China pada Agustus mencapai rekor 18,8%, tertinggi sejak sistem pencatatan baru dimulai pada Desember lalu. Angka ini meningkat dari 17,1% di bulan Juli, seiring memburuknya ekonomi.

“Gabungan faktor-faktor ini membuat banyak pemuda memilih ‘mundur’ atau ‘pensiun’ ke pedesaan karena semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan yang baik di kota besar,” ujar Chung pada Sabtu (5/10/2024).

Provinsi seperti Yunnan, Guizhou, dan Sichuan menjadi tujuan populer bagi pemuda yang mencari kehidupan pedesaan. Biaya hidup di daerah-daerah ini hanya seperempat dari kota besar seperti Shanghai.

Namun, pekerjaan di kota sering kali tidak sesuai harapan lulusan muda. Sektor jasa bernilai tambah tinggi, seperti properti dan keuangan, yang biasanya menyerap banyak lulusan, mengalami kontraksi tajam dalam tiga tahun terakhir.

Dan Wang, kepala ekonom di Hang Seng Bank China, menyatakan meski pekerjaan bergaji rendah seperti pengemudi layanan antar tersedia, lulusan berpendidikan menolak pekerjaan itu. “Mereka lebih memilih tinggal di rumah bersama orang tua sambil menunggu pekerjaan yang lebih baik,” ujarnya.

Di sisi lain, sektor manufaktur juga kurang diminati oleh kaum muda. Mereka lebih memilih menunggu daripada menerima pekerjaan yang tidak sesuai kualifikasi dan aspirasi.

Wang menambahkan, kritik semacam ini wajar dalam budaya China, di mana pendidikan dianggap sebagai investasi besar. “Orang cenderung berpikir siapa pun yang mendapat pendidikan tinggi harus memanfaatkannya dan bekerja keras,” jelasnya.

Banyak pemuda ini memiliki sumber pendapatan melalui e-commerce atau mencoba menjadi influencer media sosial. Kehidupan pedesaan yang tenang dan pemandangan alam menjadi latar menarik bagi pengikut mereka.

Fenomena ini memunculkan tren baru yang disebut “panti jompo pemuda,” tempat di mana kaum muda bisa “beristirahat” kapan saja. Beberapa pendiri panti ini bahkan membatasi tamu berusia di atas 45 tahun untuk menjaga nuansa pemuda.

Meski beberapa ahli menyebut ini hanya taktik pemasaran, tren tersebut tetap mencerminkan kecemasan yang dirasakan Generasi Z dan milenial, serta keinginan mereka menjalani hidup yang lebih santai.

“Anak muda yang mengalami tekanan atau putus asa mencari tempat untuk merenung dan mengatur ulang hidup mereka,” kata Jia Miao, asisten profesor di NYU Shanghai.

Namun, tren “pensiun” dan “panti jompo” di pedesaan ini diprediksi tak akan bertahan lama. Menurut Wang, meski pedesaan China menawarkan tempat beristirahat sementara dari pengangguran di kota, para pemuda ini pada akhirnya akan kembali ke kota.

Iklan RS Efarina