(ft : tangkapan layar web Reuters)
simantab.com – Dalam keputusan bersejarah, Donald Trump menjadi mantan presiden Amerika Serikat pertama yang dihukum atas kejahatan berat ketika juri di pengadilan New York menyatakan dia bersalah pada hari Kamis (30/5) waktu setempat. Trump divonis bersalah atas 34 dakwaan terkait pemalsuan catatan bisnis dalam skema pembayaran uang tutup mulut kepada aktris film dewasa, Stormy Daniels, untuk mempengaruhi pemilu AS 2016 secara ilegal.
Putusan yang mengejutkan ini muncul di tengah kampanye Trump untuk kembali merebut Gedung Putih dari Joe Biden dalam pemilu yang akan digelar lima bulan lagi. Juri, yang berunding selama 9,5 jam, bulat menyatakan Trump bersalah.
Trump, yang saat itu berusia 77 tahun, tidak menunjukkan reaksi langsung saat vonis dibacakan. Dia hanya duduk diam dengan bahu menunduk. Meskipun hukuman ini mendorong AS ke dalam wilayah politik yang belum terpetakan, Trump masih bisa mencalonkan diri kembali menjadi Presiden AS, bahkan jika Hakim Juan merchan menjatuhkan hukuman penjara.
Putusan ini juga datang hanya beberapa pekan sebelum Konvensi Nasional Partai Republik di Milwaukee, di mana Trump diharapkan menerima nominasi resmi partai untuk menghadapi Presiden Joe Biden pada 5 November 2024. Vonis tersebut menguji kesediaan para pemilih AS untuk menerima perilaku Trump yang melanggar batas.
Kasus ini bermula dari dugaan Trump memalsukan catatan bisnis perusahaan terkait skema pembayaran sebesar $130.000 kepada Stormy Daniels untuk menutupi cerita yang berpotensi memalukan selama kampanye presiden 2016. Trump dituduh salah mengartikan penggantian biaya kepada pengacaranya, Michael Cohen, sebagai biaya hukum, padahal sebenarnya terkait pembayaran “uang tutup mulut”. Trump mengaku tidak bersalah dan menegaskan pembayaran tersebut adalah untuk layanan hukum yang sah, serta membantah adanya perselingkuhan dengan Daniels.
Para juri yang berasal dari berbagai latar belakang Manhattan sering kali terpesona oleh kesaksian selama persidangan, termasuk dari Cohen dan Daniels, yang memperkuat dakwaan terhadap Trump. Jaksa berargumen bahwa tindakan Trump melanggar undang-undang pemilu New York, karena menyembunyikan informasi untuk mendorong atau mencegah terpilihnya seseorang untuk jabatan publik dengan cara yang melanggar hukum.
Dengan keputusan ini, Amerika Serikat memasuki babak baru dalam sejarah politiknya, mempertanyakan apakah perilaku kontroversial Trump akan memengaruhi peluangnya untuk kembali ke kursi kepresidenan.