Pemerintah Tak Libatkan Masyarakat Sipil Membahas RKUHP

Jakarta – Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang merupakan gabungan belasan NGO menyoroti pembahasan dan sosialisasi rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) yang sedang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM.

Pemerintah dinilai tidak melibatkan para pihak secara luas guna memberi kritik dan masukan atas materi atau draft RKUHP yang disosialisasikan ke publik sejak September 2021 lalu.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam keterangan persnya, Senin (8/6/2021) menyebutkan, Kemenkumham telah menyelenggarakan 11 kegiatan sosialisasi RKUHP.

Mulai di Medan pada 23 Februari 2021, Semarang 4 Maret 2021, Bali 12 Maret 2021, Yogyakarta 18 Maret 2021, Ambon 26 Maret 2021, Makassar 7 April 2021, Padang 12 April 2021, Banjarmasin 20 April 2021, Surabaya 3 Mei 2021 Lombok 27 Mei 2021, dan Manado 3 Juni 2021. 

Dari 11 kota tersebut, kata Erasmus, pemerintah hanya intensif menyebarkan lima materi yang sama dibawakan oleh Tim Perumus di setiap kota.

Namun objek utama sosialisasi tersebut, yakni draft RKUHP baru diberikan aksesnya hanya pada para peserta sosialisasi di Manado. 

Akses dokumen RKUHP tersebut sangat eksklusif, hanya dibagikan khusus kepada para peserta yang hadir secara luring di Hotel Four Point Manado maupun yang hadir secara online melalui kanal zoom.

BACA JUGA

Bukannya melalui ketersediaan di lembaga Kemenkumham ataupun BPHN baik berupa offline maupun online (website) yang bisa mudah diakses masyarakat sesuai dengan Pasal 96 Ayat (4) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 

Selain itu, draft RKUHP yang disebarkan tersebut ternyata draft tanpa ada perubahan sama sekali dengan draft RKUHP yang ditolak oleh masyarakat pada September 2019 lalu. 

“24 poin permasalahan RKUHP yang telah aliansi petakan masih ada, tidak diperbaiki,” ungkapnya. 

Kondisi ini, sambung Erasmus, kontras dengan pernyataan Presiden Jokowi pada 20 September 2019 lalu, bahwa RKUHP ditunda pengesahannya untuk pendalaman materi. 

Juga, pernah dilaporkan oleh website Ditjen PP pada pertengahan 2020 lalu, bahwa pemerintah sedang gencar membahas RKUHP sekalipun di tengah situasi pandemi.

“Jika tidak ada sedikitpun perubahan, lantas apa yang dibahas oleh pemerintah? Sebagai catatan juga, pembahasan RKUHP di pemerintah pasca September 2019 belum pernah dilaporkan kepada publik,” tukasnya. 

Aliansi kata dia, juga menaruh catatan pada pelaksanaan sosialisasi RKUHP oleh pemerintah, tidak ada satupun elemen masyarakat sipil, pihak-pihak kritis maupun pihak-pihak yang akan terdampak keberlakuan RKUHP seperti kelompok masyarakat adat, kelompok rentan, pihak yang mewakili lintas sektor lain di luar hukum pidana dilibatkan sebagai pembicara dalam sosialisasi tersebut. 

Pasca sosialisasi di tiap kota tersebut pun tidak pernah diinformasikan inventarisasi hasil masukan masyarakat dari setiap kegiatan dan tindak lanjutnya. Sosialisasi lebih seperti hanya searah, bukan untuk menjaring dan menindaklanjuti masukan masyarakat. 

“Oleh karena itu, aliansi mendesak pemerintah untuk membuka pembahasan RKUHP secara transparan, perluasan pembahas dan para ahli yang kritis untuk perbaikan RKUHP, apa yang dibahas oleh pemerintah selama ini, dan mengapa tidak ada perubahan rumusan RKUHP sama sekali. Hal ini perlu dilakukan sebagai jaminan bahwa RKUHP adalah proposal kebijakan yang demokratis,” tandasnya.  ()

Iklan RS Efarina